POSKOTA.CO.ID - Baru-baru ini musisi Ari Lasso melayangkan keluhan kepada Wahana Musik Indonesia (WAMI) terkait distribusi royalti.
Keluhan tersebut disampaikan oleh eks pentolan Dewa 19 di akun Instagram pribadinya. Ari mengungkapkan bahwa dirinya merasa kebingungan dengan pembayaran royalti atas karya lagunya.
“Saya bingung membaa dari sekian puluh juta yang menetes hanya Rp700-an ribu,” kata Ari Lasso dikutip pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Mengalami kebingungan tersebut, ia pun mencoba menghubungi sahabatnya melalui telepon untuk mencari jawaban.
Baca Juga: Adi Adrian Siapa? Ini Kiprahnya sebagai Presiden Direktur WAMI yang Namanya Disebut Ari Lasso
“Saya telepon sahabat saya yang sempat di WAMI, dia pun bingun dan menjawab gue udah enggak di WAMI,” ucap Ari.
Namun yang lebih mengejutkan, uang royalti yang didistribusikan oleh WAMI itu tak sampai ke tangan Ari Lasso dan malah masuk ke rekening orang lain.
“Kekonyolan yang paling hebat adalah Anda (WAMI) transfer ke rekening ‘Mutholah Rizal’. Terus hitungan laporan Ari Lasso itu punya saya atau punya Pak Mutholah Rizal atau itungan itu punya saya tapi WAMI salah transfer,” ujarnya.
Atas kejadian ini, ia pun menuntuk lembaga negara untuk memeriksa WAMI karena dinilai memiliki manajemen yang buruk dan merugikan para musisi.
“Banyak permainan atau kecerobohan yang cukup layak rasanya untuk diperiksa lembaga negara, mungkin BPK, KPK atau Bareskrim. Bukan untuk menghukum tapi menjadikan sebuah lembaga yang kredibel,” tuturnya.
Bagaimana Skema Pembayaran Royalti Lagu?
Mengutip dari laman Royalty Exchange pembayaran dilakukan kepada pemilik aset untuk hak menggunakan aset tersebut.
Sementara itu kepentingan royali merupakan hak untuk menerima bagian dari pembayaran di masa mendatang.
Royalti musik sendiri berasal dari hak cipta yang merupakan salah satu jenis kekayaan intelektual.
Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), disebutkan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran dan hotel wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Hal ini berlaku bagi pelaku usaha yang telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music atau layanan streaming lainnya.
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” ujar Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko dikutip pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Agung pun menjelaskan bahwa pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Baca Juga: Ari Lasso dan Dearly Semakin Tampil Mesra, Panggilan 'Baby Beasty' Bikin Heboh Netizen
“Tugas LMKN menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi musik satu per satu dari setiap pencita lagu,” ucapnya.
Selain itu Agung pun turut menanggapi khawatir kepada pelaku usaha yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lahu Indonesia demi pembayaran royalti.
“Itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta. Musik adalah bagian identitas budaya. Ketika pelaku usaha enggan memberikan apresiasi, yang dirugikan bukan hanya seniman tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional secara keseluruhan,” tuturnya.
Mengenai skema pembayaran, Agung menjelaskan bahwa pelaku usaha dapat mendaftar melalui sistem digital LMKN dan membayar royalti sesuai klasifikasi usaha dan luar ruang pemutaran musik.
Ia menggambarkan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Korea Selatan. Sistem yang diterapkan serupa dan sudah diberlakukan sejak lama.
“Namun tujuan Indonesia bukan untuk menambah pemasukan negara melainkan memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil,” ucapnya.
Agung juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat dikenakan sanksi hukum, namun sesuai pasal 95 ayat 4 UU Hak Cipta untuk melakukan mediasi terlebih dahulu.
“Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” ujarnya.