POSKOTA.CO.ID - Polemik mengenai pengelolaan royalti musik kembali mencuat ke publik setelah musisi senior Ari Lasso melontarkan sindiran terkait kinerja lembaga pengelola hak cipta.
Sorotan publik pun mengarah pada dua nama yang kerap disebut dalam konteks ini, yakni Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Wahana Musik Indonesia (WAMI).
Meski sama-sama bergerak di bidang hak cipta musik, keduanya memiliki fungsi, kewenangan, dan peran yang berbeda.
Isu ini berawal dari pernyataan Ari Lasso yang mempertanyakan transparansi serta efektivitas pengelolaan royalti bagi para musisi dan pencipta lagu di Indonesia.
Ari Lasso menilai manajemen WAMI buruk dan berpotensi merugikan musisi.
“From the first time. WAMI is a joke. Saya bingung membaca dari sekian puluh juta yang menetas hanya Rp700 ribuan,” tulisnya.
Ia bahkan menyatakan, membebaskan publik memainkan lagu-lagu hitsnya, lantaran merasa percuma membayar royalti jika pengelolaannya tidak transparan.
Unggahan dan komentarnya di media sosial sontak menuai perhatian warganet, bahkan memicu perdebatan di kalangan pelaku industri musik.
Sindiran itu sendiri mengingatkan publik pada kontroversi serupa yang pernah melibatkan LMKN, salah satunya saat nama bos Mie Gacoan Bali terseret dalam isu royalti.
Kemudian, banyak yang kemudian bertanya-tanya, apa sebenarnya perbedaan LMKN dan WAMI?
Apakah keduanya saling tumpang tindih, atau justru memiliki peran yang saling melengkapi?
Baca Juga: Viral Pungli Naiki Trotoar Pejompongan Jakpus, 4 Orang Ditangkap
Apa Perbedaan WAMI dengan LMKN?
WAMI adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang fokus mengelola royalti performing rights atau hak pengumuman karya musik milik anggotanya.
Anggota WAMI terdiri dari pencipta lagu, komponis, dan penulis lirik, termasuk sejumlah musisi ternama seperti Eross Candra, Ade Govinda, Doel Sumbang, Ari Bias, Ahmad Dhani, dan Thomas Arya.
WAMI dibentuk oleh Asosiasi Penerbit Musik Indonesia dan bekerja sama dengan LMKN serta LMK luar negeri dalam hal pengelolaan royalti.
Lembaga tersebut bersifat nirlaba dan bukan milik swasta maupun negara.
Sedangkan, LMKN adalah lembaga bantu pemerintah non-APBN yang dibentuk berdasarkan UU Hak Cipta oleh Menteri Hukum dan HAM, serta berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Tugas utama LMKN adalah menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti kepada pencipta dan pemilik lagu atau musik.
Anggotanya terdiri dari perwakilan LMK, LMK Hak Terkait, perwakilan pemerintah, serta perwakilan pencipta dan pemilik karya.
Perbedaan mendasar antara WAMI dan LMKN terletak pada perannya. WAMI adalah LMK yang mewakili pencipta lagu dan mengurus royalti performing rights secara langsung untuk anggotanya.
Di sisi lain, LMKN berperan sebagai koordinator dan regulator yang menghimpun royalti dari berbagai LMK, termasuk WAMI, lalu mendistribusikannya kepada para pemilik hak cipta.