JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - DPRD DKI Jakarta menilai, bahwa kebijakan TransJabodetabek terlalu terburu-buru dan berpotensi membebani keuangan daerah.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nur Afni Sajim menegaskan, bahwa implementasi kebijakan itu, dinilai menjadi biang kerok membengkaknya subsidi transportasi hingga Rp400 miliar.
"Yang pertama, subsidi transportasi jadi membengkak, kurang lebih naiknya menjadi Rp400 miliar," ujar Afni saat dihubungi awak media, Selasa, 5 Agustus 2025.
Ia menilai, hal ini terjadi karena kurangnya perencanaan matang serta ketidaksiapan infrastruktur pendukung dari daerah-daerah penyangga Jakarta.
Baca Juga: TransJabodetabek Rute Bekasi-Dukuh Atas Jakpus Resmi Dibuka, Tarif Cuma Rp3.500
"Harus ada hitungan yang jelas mengenai penyesuaian tarif dan jumlah penumpang, baik dari DKI Jakarta maupun dari luar Jakarta," ujar Afni.
Afni mengkritik ketidakhadiran kontribusi dari pemerintah daerah sekitar seperti Kota Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Menurutnya, semua biaya operasional, pengadaan armada bus listrik, pembangunan halte, hingga subsidi public service obligation (PSO), seluruhnya ditanggung oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Kalau lebih banyak dari luar Jakarta, artinya kita mensubsidi bukan orang Jakarta. Jadi ini kebijakan yang terburu-buru dan terlalu dipaksakan,” kata Afni.
Ia pun menyoroti kesiapan sarana dan prasarana di wilayah-wilayah luar DKI Jakarta yang masih minim.
“Pool-nya semua di Jakarta Timur. Haltenya? Udah siap belum? Jalurnya bagaimana? Ini terlalu dipaksakan. Harusnya Transjakarta punya data konkret dan valid berapa penumpang dari Jakarta dan dari luar Jakarta,” kata Afni.
Afni juga mempertanyakan efektivitas kebijakan TransJabodetabek dalam mengurangi kemacetan di Jakarta.
Ia menilai bahwa tanpa regulasi yang membatasi mobilitas kendaraan pribadi dari luar daerah masuk ke Jakarta, kebijakan ini tidak akan berdampak signifikan.
Baca Juga: Transjabodetabek Bogor-Blok M Tak Lagi Layani Penumpang di Terminal Barangnangsiang dan Cidangiang
“Tidak ada undang-undang yang melarang mobil pribadi dari luar Jakarta masuk ke Jakarta. Jadi tetap aja yang menengah ke atas pakai mobil pribadi, sedangkan yang naik Transjakarta kebanyakan warga dari luar Jakarta yang menengah ke bawah,” kata dia.
Karena seluruh beban ditanggung DKI, ia menegaskan tidak setuju jika anggaran dinas atau SKPD lain harus dikorbankan demi menutup subsidi transportasi yang membengkak.
“Saya tidak mau pembangunan terhambat, promosi Jakarta terhambat, atau kegiatan-kegiatan dinas lain jadi terefisiensi semua hanya demi subsidi transportasi yang tidak efisien,” ujarnya. (CR-4)