POSKOTA.CO.ID - Kematian Arya Daru Pangayunan (39), diplomat dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu), mengundang perhatian publik.
Arya ditemukan meninggal dunia di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dalam kondisi mengenaskan.
Wajahnya dililit lakban, dan pintu kamar terkunci dari dalam. Polda Metro Jaya menyatakan tidak ada unsur pidana dalam kematian ini.
Namun, dua pakar hukum, Nicholay Aprilindo dan Aura Akhman, menyoroti kejanggalan dalam kasus ini.
Mereka menyebut adanya anomali spatiotemporal, istilah yang kemudian viral karena memunculkan dugaan bahwa kematian Arya bukan sekadar kasus biasa.
Lantas, apa itu anomali spatiotemporal yang viral dikaitkan dalam kasus Arya Daru Pangayunan?
Apa Itu Anomali Spatiotemporal?
Anomali spatiotemporal merujuk pada ketidaksesuaian antara waktu dan lokasi seseorang dalam satu rangkaian peristiwa.
Dalam kasus tersebut, istilah ini muncul karena terdapat pertentangan data soal keberadaan Arya pada waktu yang bersamaan di dua lokasi berbeda.
Di mana, hasil autopsi oleh RSUPN Cipto Mangunkusumo menyebutkan, Arya meninggal karena gangguan pertukaran oksigen, atau asfiksia, yang disebabkan oleh lakban di wajah.
Nicholay Aprilindo mengungkapkan kejanggalan ini dalam wawancara di acara HotRoom Metro TV.
Baca Juga: Viral Klarifikasi Sarwendah: Benarkah Thalia Anak Kandung Paulus Pinontoan Tirajoh? Ini Faktanya
Ia menyatakan, berdasarkan data CCTV, Arya diduga masih berada di rooftop kantor Kemlu pada pukul 21.43–23.09 WIB.
Namun, pada pukul 22.15 WIB, Arya disebut sudah berada di indekos dan berbincang dengan penjaga kos.
“Kalau benar Arya menelepon istrinya jam 9 malam dari kantor, lalu pukul 22.15 sudah terlihat di kos, maka mustahil ia masih di rooftop sampai jam 11 malam. Ini anomali waktu dan tempat yang tidak bisa diabaikan,” tegas Nicholay.