POSKOTA.CO.ID - Di era kemajuan teknologi dan banjir informasi, literasi keuangan menjadi topik krusial di Indonesia.
Dua anak muda, Kalimasada dan Timothy Ronald, muncul sebagai tokoh utama dalam gerakan edukasi finansial.
Dengan gaya santai dan konten edukatif di platform digital seperti TikTok, Instagram, dan Akademi Crypto, mereka berhasil menyentuh jutaan generasi muda.
Dalam wawancara eksklusif bersama Ferry Irwandi, 15 Juni 2025 di channel YouTube-nya, Kalimasada membagikan perjalanan mereka, tantangan literasi di Indonesia, serta visi menciptakan masyarakat yang cerdas finansial.
"Kami ingin ubah mindset bahwa bicara uang bukan hal tabu. Justru dengan itu, kita bisa bedakan mana yang adil dan mana yang manipulatif," tegasnya.

Baca Juga: Pernyataan Kontroversial Timothy Ronald: 'Gym Itu Aktivitas Paling Bego', Ini Penjelasan Lengkapnya
Pendekatan Unik: Bahasa Santai dan Edukasi Digital
Kalimasada dan Timothy punya misi: mendemokratisasi pengetahuan keuangan. Mereka mengubah materi yang biasanya kaku dan eksklusif menjadi obrolan ringan dan mudah dicerna.
Dengan gaya yang relatable, Kalimasada menyampaikan analisis mendalam dalam bahasa warung kopi strategi yang terbukti efektif, mengingat mayoritas audiens TikTok mereka berusia 18–34 tahun.
"Kalau pakai bahasa textbook, orang langsung bosen. Tapi kalau dibungkus humor dan cerita, mereka lebih nyambung," ujar Kalimasada.
Timothy Ronald digambarkan sebagai sosok visioner yang paham dinamika media sosial.
"Dia bisa deteksi tren bahkan sebelum viral," kata Kalimasada.

Lawan Tabu dan Salah Kaprah Soal Uang
Di Indonesia, bicara uang sering dianggap tidak pantas, bahkan di lingkup keluarga. Padahal, data OJK 2024 menunjukkan literasi keuangan nasional hanya 49,68%.
"Kita lebih nyaman bahas masalah rumah tangga daripada gaji. Padahal, transparansi finansial penting untuk bangun sistem yang adil," jelasnya.
Melalui live call, mereka memberi ruang bagi audiens untuk curhat masalah keuangan tanpa rasa takut.
Salah satu momen paling berkesan adalah ketika seorang tenaga honorer menangis karena tak mampu mencicil motor.
"Kami enggak langsung kasih ceramah, tapi dengar dulu. Baru cari solusi bersama," kata Kalimasada.
Kritik terhadap Kurikulum dan Kesalahan Pemahaman Ekonomi
Sebagai mantan dosen keuangan, Kalimasada menilai pendidikan formal kurang relevan. Ia menyoroti kesalahan penerjemahan konsep scarcity sebagai "kelangkaan", padahal seharusnya "keterbatasan".
"Ini bukan cuma soal bahasa, tapi filosofi ekonomi yang keliru," tegasnya.
Ia juga menepis anggapan bahwa manusia selalu rasional dalam mengambil keputusan finansial. "Teori homo economicus sudah ketinggalan zaman.
Faktanya, manusia sering bertindak berdasarkan emosi," ujarnya, merujuk riset Daniel Kahneman, peraih Nobel di bidang behavioral economics.
Realita KPR dan Utang Konsumtif yang Menjerat
Dalam wawancara tersebut, Kalimasada mengkritik kebiasaan masyarakat mengambil KPR dan utang konsumtif demi gengsi.
Data Bank Indonesia 2024 menunjukkan 60% gagal bayar berasal dari utang konsumtif.
"Nikmat punya rumah baru cuma 3-4 bulan. Setelah itu, yang ada cicilan membebani," ujarnya.
Namun, ia juga menceritakan kisah inspiratif Feri, seorang PNS yang sukses mengambil KPR dengan perhitungan matang. "Saya sadar pendapatan stagnan.
Kalau enggak ambil KPR saat itu, harga rumah makin tak terjangkau," kata Feri.
Kalimasada juga berbagi cerita tentang editor tim mereka yang terbebani utang KPR.
"Setelah lunas, dia bilang hidupnya seperti baru pertama kali lihat langit biru," kenangnya.
Visi ke Depan: Literasi Finansial sebagai Budaya
Ke depan, Kalimasada dan Timothy berencana memperluas gerakan melalui Akademi Crypto, Ternak Uang, dan kolaborasi dengan platform seperti PrivyID.
Meski berbeda gaya kerja, mereka solid karena punya tujuan sama: membuat literasi finansial jadi budaya masyarakat.
"Kami enggak selalu sepakat, tapi paham peran masing-masing. Saya di pengembangan, Timothy di eksekusi. Itu yang bikin kami kuat," tutur Kalimasada.
Ia juga mengingatkan anak muda untuk tidak terjebak mimpi cepat kaya. "Jangan ikuti standar orang lain. Fokus pada kondisi sendiri dan berkembang dari situ," pesannya.
Dengan pendekatan inklusif dan menyenangkan, Kalimasada dan Timothy membuktikan bahwa edukasi keuangan bisa mengubah hidup membuka jalan bagi generasi Indonesia yang lebih melek finansial.