POSKOTA.CO.ID - Timothy Ronald bukan hanya sekadar influencer keuangan biasa. Di tengah gempuran informasi seputar saham, kripto, dan cuan cepat, muncul satu nama yang konsisten mengedukasi dan bukan sekadar memamerkan kekayaan.
Ia bukan figur yang muncul instan. Timothy dibentuk oleh kegagalan, jatuh bangun, serta keputusan-keputusan berani yang tidak semua anak muda berani ambil.
Lahir dari keluarga biasa, Timothy sudah menunjukan minat luar biasa terhadap dunia investasi sejak remaja. Tokoh seperti Warren Buffett bukan hanya inspirasi baginya, tapi juga guru melalui deretan buku-bukunya.
Dari sana, cita-cita Timothy mulai terbentuk: menjadi investor sukses, bukan hanya demi kekayaan, tetapi juga agar bisa menciptakan dampak sosial nyata.
Kegagalan Awal: Jual Pomade Gagal, Jual Sedotan Ditolak
Kebanyakan remaja usia 15 tahun mungkin masih sibuk dengan tugas sekolah atau bermain. Tapi tidak dengan Timothy. Ia memulai bisnis pertamanya dengan menjual pomade. Sayangnya, pomade buatannya tidak laku. Ia gagal.
Namun dari sini, Timothy belajar satu hal penting: gagal bukan akhir, tapi awal pembelajaran. Ia pun mencoba ide baru: menjual sedotan stainless yang ramah lingkungan. Kali ini pun, awalnya tak mudah. Ia berkeliling kafe demi menawarkan produknya, namun seringkali gagal menemui pemilik usaha.
Di titik inilah banyak orang menyerah. Tapi Timothy memilih untuk beradaptasi. Ia mempelajari Facebook Ads, strategi pemasaran digital yang kala itu masih minim digunakan pelaku usaha kecil. Hanya dengan modal Rp3.000 per buah sedotan dari Tiongkok dan kreativitas iklan, ia berhasil menjualnya seharga Rp28.000. Boom! Pesanan membanjir.
Tak disangka, dari bisnis kecil ini, Timothy berhasil mengumpulkan Rp1 miliar pertamanya—sebuah pencapaian luar biasa bagi anak usia belasan tahun.
Rp1 Miliar yang Diinvestasikan, Bukan Dihabiskan
Ketika sebagian orang akan memilih membeli mobil atau barang mewah dari Rp1 miliar pertama mereka, Timothy justru berpikir ke depan. Ia mendirikan platform edukasi finansial bernama Ternak Uang, dengan visi sederhana tapi berdampak: membuat literasi keuangan jadi makanan sehari-hari anak muda.
Langkah ini bukan hanya memberi cuan, tapi juga posisi. Ternak Uang berhasil menjadi pionir edukasi finansial digital yang membumi. Dari sana, ia kemudian mendirikan Akademi Crypto, sebagai respon atas minimnya literasi kripto di Indonesia.
Keberaniannya mendalami Bitcoin sejak 2016 juga membuahkan hasil. Dari Rp290 juta modal awal, aset Bitcoin-nya kini melesat menjadi lebih dari Rp1,7 miliar. Di sinilah nama Timothy mulai diperhitungkan di kalangan investor muda dan komunitas kripto Indonesia.
Timothy dan Jejak di Dunia Saham
Tak berhenti di kripto, Timothy juga mengalokasikan dana investasinya ke saham. Ia membeli saham BRI (BBRI) di harga 2.100 dan Bank Jago (ARTO) di harga 300 rupiah, jauh sebelum kedua saham ini jadi pembicaraan umum. Dalam dunia investasi, ini disebut sebagai insting tajam plus keberanian.
Timothy juga menjadi salah satu investor termuda di Holywings Group, pemilik 52 outlet F&B dan hiburan terbesar di Indonesia. Bahkan, ia terlibat dalam kepemilikan H Club SCBD, klub malam terbesar se-Asia Tenggara.
Panggung Lain: Olahraga dan Filantropi
Meskipun tajir dan sibuk, Timothy tak lupa akar dan misinya. Ia dikenal sebagai co-owner Bumi Borneo Basketball, klub basket profesional di Indonesia. Namun, misi terbesarnya justru bukan di lantai dansa atau pasar modal, melainkan di pelosok negeri.
Dengan filosofi “Give Back” yang ia pegang teguh, Timothy ingin mendirikan 1.000 sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu di pelosok Indonesia. Saat ini, lima sekolah sudah berhasil dibangun di Lombok, Sumba, Kupang, dan Blitar. Ini bukan mimpi, ini kerja nyata.
Baca Juga: Beredar Surat Putusan Cerai Aryo Disa dan Ruce Nuenda, Netizen Serbu Akun TikTok dan Instagram-nya
Mengapa Sosok Timothy Menarik Bagi Generasi Muda?
Karena Timothy adalah kombinasi yang langka:
- Ia sukses tapi tidak sombong.
- Kaya tapi mau berbagi.
- Santai tapi penuh visi.
Ia juga berani berbeda, menggunakan gaya bahasa santai dan kadang kontroversial dalam menyampaikan ilmu keuangan. Tapi justru di situlah kekuatannya. Ia menyederhanakan yang rumit, menjadikan literasi keuangan sebagai hal yang dekat, bukan elit.
Dari menjual pomade gagal, hingga menjadi investor puluhan miliar, kisah Timothy Ronald bukan soal uang semata. Ini soal ketekunan, keberanian mencoba, dan komitmen untuk berdampak. Ia tidak sempurna, bukan pula manusia super. Tapi justru karena itu, kisahnya terasa nyata.
Bagi anak muda Indonesia yang sering kali gamang, kisah Timothy bisa jadi pelita:
Bahwa kesuksesan bisa dimulai dari ide sederhana, kemauan belajar, dan mimpi yang besar.
Jika Anda butuh inspirasi nyata yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, bukan kisah dongeng atau teori belaka, kisah Timothy Ronald adalah jawabannya.