Ferry Irwandi saat mengunggah tangkapan layar percakapan dengan CEO Triv, Gabriel Rey, yang memicu perdebatan publik soal etika komunikasi dan budaya pamer harta di industri kripto. (Sumber: Instagram/@irwandiferry dan @gabrielrey99)

HIBURAN

Kronologi Perseteruan Panas Ferry Irwandi dan Gabriel Rey Soal Budaya Pamer Harta dalam Industri Kripto

Minggu 13 Jul 2025, 11:41 WIB

POSKOTA.CO.ID - Dunia kripto sejak beberapa tahun terakhir telah berkembang menjadi salah satu sektor ekonomi digital paling dinamis sekaligus kontroversial.

Teknologi blockchain dan mata uang kripto seperti Bitcoin (BTC) dianggap sebagai simbol kebebasan finansial dan inovasi. Namun, di balik narasi optimistis itu, muncul berbagai kritik mengenai transparansi, stabilitas, dan etika promosi.

Fenomena crypto influencer yang mempromosikan aset digital secara agresif kerap memancing polemik. Sebagian masyarakat menilai promosi tersebut lebih mirip pump and dump scheme alih-alih edukasi objektif. Dalam konteks inilah perdebatan antara Ferry Irwandi dan Gabriel Rey merefleksikan dilema moral yang lebih luas.

Baca Juga: Harga Emas Pegadaian Hari Ini Minggu 13 Juli 2025: Galeri24 dan UBS Turun, Antam Tak Tersedia

Awal Mula Perselisihan: Kritikan Pedas dan Respons Emosional

Polemik ini bermula dari unggahan Ferry Irwandi di akun Instagram pribadinya. Dalam konten tersebut, Ferry menyampaikan kritik mengenai budaya pamer kekayaan yang marak dilakukan oleh sebagian pelaku industri kripto. Ia menegaskan kebiasaan memamerkan mobil mewah, jam tangan mahal, dan deretan aset digital bernilai fantastis kerap menjadi pintu masuk praktik penipuan.

Kritik Ferry mendapat respons langsung dari Gabriel Rey melalui pesan pribadi. Dalam tangkapan layar yang Ferry bagikan, Gabriel mengaku tersinggung karena merasa industri yang ia bangun dianggap negatif hanya berdasar potongan video.

Gabriel menyebut bahwa ia tidak menonton video Ferry secara lengkap dan hanya fokus pada pernyataan “BTC is zero sum game.” Pernyataan itu baginya tidak hanya menyerang Bitcoin sebagai instrumen investasi, tetapi juga meremehkan upaya edukasi yang selama ini ia lakukan.

Respons Ferry: Kekecewaan Terhadap Ketidakjelasan Klarifikasi

Ferry Irwandi mengungkapkan kekecewaannya karena Gabriel tidak memberikan klarifikasi utuh atau permintaan maaf atas tudingan yang dilontarkan. Melalui Instagram Story, Ferry menegaskan bahwa Gabriel tidak menunjukkan itikad baik untuk berdialog secara terbuka:

“Clear ya. Bahkan gak ada sorry, gak ada maaf. Gak ada klarifikasi apapun,” tulis Ferry.

Ia menambahkan bahwa budaya pamer kekayaan bukan sekadar persoalan etika personal, tetapi fenomena sosial yang memicu gelombang investasi spekulatif dan rentan penipuan.

Budaya Pamer Harta: Dilema Etika dan Konsumerisme Media Sosial

Salah satu perspektif unik yang muncul dari polemik ini adalah pertanyaan mendasar: mengapa budaya pamer harta begitu menonjol dalam komunitas kripto?

Dari sudut pandang psikologi sosial, budaya pamer (conspicuous consumption) berakar pada kebutuhan manusia akan validasi status. Di era media sosial, validasi ini diperkuat oleh algoritma yang mendahulukan konten sensasional.

Dalam industri kripto, pamer kekayaan sering digunakan sebagai alat pemasaran tidak langsung untuk menciptakan citra sukses dan menarik investor baru. Namun, bagi Ferry, pola ini justru menciptakan lingkaran setan: semakin banyak masyarakat yang terjebak ilusi kekayaan instan, semakin rentan industri ini menjadi lahan subur bagi scammer.

Rekam Jejak Ferry Irwandi dalam Mengkritisi Kripto dan Skema Bodong

Polemik dengan Gabriel Rey bukanlah kali pertama Ferry Irwandi melontarkan kritik pedas. Sebelumnya, ia aktif membongkar praktik manipulasi di balik promosi platform-platform berisiko tinggi, termasuk Binomo yang belakangan ramai diperkarakan secara hukum.

Dalam pernyataannya, Ferry mengaku siap menghadapi konsekuensi hukum jika langkahnya dianggap merugikan pihak tertentu. Ia menegaskan komitmennya untuk terus mengungkap praktik penyesatan publik demi literasi finansial yang lebih sehat.

Perspektif Gabriel Rey: Pembelaan atas Citra Industri

Dari sisi Gabriel Rey, responsnya dapat dipahami sebagai pembelaan atas industri yang telah ia bangun. Dalam banyak kesempatan, Gabriel menekankan bahwa edukasi publik tentang kripto adalah proses panjang yang membutuhkan kerja sama banyak pihak.

Pernyataannya di pesan pribadi menunjukkan kekecewaan karena merasa kontennya dipotong dan dipelintir, sehingga tidak merepresentasikan keseluruhan edukasi yang ia jalankan. Namun, tidak adanya klarifikasi resmi atau permintaan maaf memperkeruh persepsi publik.

Dimensi Hukum dan Etika Komunikasi Digital

Fenomena saling sindir antara publik figur di media sosial memunculkan pertanyaan lain: sejauh mana batas kebebasan berpendapat berlaku ketika opini berpotensi merugikan reputasi pihak lain?

Dari kacamata hukum, kritik yang disertai bukti dapat dilindungi sebagai kebebasan berekspresi. Namun, tuduhan tanpa dasar yang bersifat fitnah bisa menimbulkan gugatan perdata atau pidana.

Dalam kasus ini, publik menilai narasi Ferry berbasis argumen yang konsisten dengan rekam jejak kritiknya. Namun, respons Gabriel yang defensif tanpa klarifikasi justru memperbesar kesan negatif.

Kritik Masyarakat: Refleksi Kegelisahan Kolektif

Jika ditarik lebih luas, perdebatan Ferry dan Gabriel mencerminkan kegelisahan masyarakat atas pola promosi kripto yang cenderung agresif. Banyak pengguna media sosial yang mengaku trauma karena pernah menjadi korban penipuan berkedok edukasi investasi.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya literasi digital dan keberanian publik figur untuk bersuara kritis. Dalam konteks Indonesia yang minim regulasi khusus, ruang edukasi independen kerap menjadi satu-satunya benteng melawan skema bodong.

Baca Juga: Ahmad Dhani Mendapat Teguran dari Al, El, dan Dul Terkait Video yang Menyinggung Maia Estianty!

Perspektif Unik Manusia: Eksistensi, Ego, dan Ilusi

Pada dasarnya, polemik semacam ini juga berkaitan dengan aspek eksistensial manusia. Di balik pamer harta, tersimpan kebutuhan terdalam untuk diakui sebagai individu yang berhasil.

Sebagian orang memilih diam, sebagian lagi seperti Ferry memilih bersuara keras. Keduanya mewakili dua sisi peradaban digital: yang ingin mempertahankan citra ideal dan yang ingin membongkar ilusi.

Dalam jangka panjang, mungkin hanya waktu yang akan menjawab apakah industri kripto mampu membersihkan diri dari praktik manipulasi, atau justru akan tumbuh menjadi industri yang semakin abu-abu secara etika.

Perdebatan ini hanyalah satu potret kecil dari realitas industri digital yang sedang mencari bentuk. Di satu sisi, kripto menjanjikan kebebasan finansial; di sisi lain, ketiadaan regulasi jelas membuatnya rawan disalahgunakan.

Sebagai masyarakat, kita perlu terus kritis terhadap narasi yang dibangun di media sosial. Apakah keberhasilan yang dipamerkan adalah hasil kerja nyata, atau sekadar ilusi untuk menggiring publik masuk ke lingkaran spekulasi?

Kehadiran suara-suara kritis seperti Ferry Irwandi bisa menjadi pengingat bahwa di balik glamor dunia kripto, selalu ada pertaruhan besar yang memerlukan kewaspadaan kolektif.

Jika Anda ingin memahami industri ini lebih dalam, mulailah dengan edukasi yang menyeluruh dan jangan terpaku pada narasi instan yang menjanjikan kekayaan dalam semalam. Karena pada akhirnya, literasi finansial adalah benteng pertama yang akan melindungi Anda dari jebakan ilusi dan ambisi sesaat.

Tags:
Kritik industri cryptoKontroversi influencer investasiBudaya pamer hartaFerry Irwandi Gabriel ReyPolemik kripto Indonesia

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor