MENTENG, POSKOTA.CO.ID – Kematian seorang diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di tempat kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, masih menyisakan tanda tanya.
Hingga kini, polisi belum merilis hasil autopsi dan penyebab kematian belum bisa dipastikan.
Sosiolog kriminalitas dan dosen purna UGM, Soeprapto SU, mengatakan penyelidikan masih terlalu dini untuk langsung menyimpulkan penyebab kematian korban.
"Sebetulnya terlalu dini untuk menganalisis kematian Diplomat Muda Kemenlu di tempat kosnya, mengingat hasil visum maupun pihak kepolisian juga belum dapat memastikan tentang penyebab kematiannya," kata Soeprapto kepada Poskota, Rabu, 9 Juli 2025.
Meski begitu, sejumlah fakta dari tempat kejadian perkara (TKP) menurutnya layak dicermati.
Beberapa temuan yang disebut menarik adalah kepala korban terlilit lakban kuning, pintu kamar terkunci dari dalam, tidak ada barang hilang, akses ke dalam kos terbatas bagi orang luar, korban sempat ingin pindah kos, dan CCTV tidak menunjukkan hal mencurigakan.
"Untuk itu perlu kiranya dicermati, lakban terlilit di mana, kepala (dahi), mata, hidung, atau mulut? Posisi lakban yang berbeda dapat membantu analisis tentang siapa pelakunya dan untuk tujuan apa," ungkapnya.
Soeprapto memberi contoh, jika lakban berada di dahi, bisa jadi korban menggunakannya sendiri untuk meredakan sakit kepala parah, seperti karena tumor atau kanker otak.
Baca Juga: Penyebab Arya Daru Pangayunan Meninggal Apa? Diplomat Kemlu Ditemukan Tak Wajar di Kosan Menteng
Ia juga menyoroti fakta bahwa pintu terkunci dari dalam. Menurutnya, perlu diperiksa apakah ada jendela yang memungkinkan seseorang keluar setelah mengunci pintu.
"Bisa saja sehabis mengunci pintu dari dalam kemudian keluar lewat jendela. Perlu dicek apakah anak kuncinya terpasang atau tidak," lanjutnya.
Mengenai tidak adanya barang yang hilang, Soeprapto menduga itu bisa saja sengaja dibuat untuk menutupi kemungkinan pembunuhan.
"Mengenai akses yang relatif tertutup untuk orang luar, bisa menjadi bahan pemikiran spekulatif meninggal karena serangan penyakit tertentu (fisik maupun psikis), termasuk stres berat, karena ada ancaman atau teror, atau karena pelakunya ada di dalam," paparnya.
Tentang rencana pindah kos usai menjual mobil, menurutnya hal itu bisa menunjukkan adanya tekanan atau alasan kuat yang belum terungkap.
Keenam, tentang kamera pengawas atau CCTV yang tidak menunjukkan tanda-tanda mencurigakan, bisa saja karena pelakunya sudah cerdik dalam menghindari CCTV.
Jika pada akhirnya kematian korban dipastikan bukan akibat kekerasan, kata Soeprapto, maka penyebabnya kemungkinan adalah serangan penyakit atau tekanan psikologis berat, bahkan kemungkinan bunuh diri.
"Analisis terakhir, jika betul dapat dipastikan bukan karena tindak kekerasan, berarti disebabkan oleh dua hal, yaitu karena gangguan kesehatan atau gangguan psikologis. Dan jika tidak ada satu pun kerabat yang tahu, termasuk istrinya, berarti orang tersebut sangat tertutup dan atau mengalami anomi," pungkas Soeprapto.