Viral! Sosok Pria Penganiaya Ojol di Sleman Jogja Ternyata Takbirdha Tsalasiwi, Apa Pekerjaannya? (Sumber: Tiktok/@maspelayaran)

HIBURAN

Profil Takbirdha Tsalasiwi Wartyana: Benarkah Bukan Pegawai Pelayaran? Ini Fakta yang Terungkap

Senin 07 Jul 2025, 08:29 WIB

POSKOTA.CO.ID - Pada Kamis, 3 Juli 2025, sebuah insiden penganiayaan terhadap driver ojek online (ojol) mengguncang publik dan viral di media sosial. Kejadian itu terjadi di wilayah Sleman, Yogyakarta, dan pelakunya adalah seorang pria bernama Takbirdha Tsalasiwi Wartyana.

Peristiwa tersebut terekam dalam video yang dibagikan akun TikTok @siskhaaml__, memperlihatkan tindakan kasar pelaku kepada seorang ojol yang disebut-sebut hanya telat mengantar makanan sekitar 5 menit.

Rekaman video tersebut memantik amarah publik. Terlebih, Takbirdha sempat melontarkan pernyataan bernada sombong dengan menyebut dirinya “anak pelayaran”, seolah status itu membenarkan tindakannya.

Baca Juga: Apa Itu ‘Curi Brainrot’ dalam Game Roblox? Tren Viral TikTok yang Bikin Penasaran

Siapa Takbirdha Tsalasiwi Wartyana?

Sosok Takbirdha Tsalasiwi Wartyana menjadi perbincangan hangat. Banyak yang mempertanyakan latar belakangnya, pekerjaan, hingga keabsahan klaim dirinya sebagai “anak pelayaran”. Dalam klarifikasi yang direkam melalui unggahan video, Takbirdha mengaku menyesal dan meminta maaf atas tindakannya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada driver ojol yang menjadi korban.

“Saya benar-benar menyesal. Tidak seharusnya saya bertindak seperti itu,” ujarnya dalam video tersebut.

Sayangnya, permintaan maaf itu tidak meredakan amarah publik. Komentar bernada sinis tetap mengalir deras di media sosial.

Publik Tidak Terima Klarifikasi

Alih-alih menerima klarifikasi, warganet malah semakin mengecam pernyataan Takbirdha. Netizen menilai permintaan maaf itu hanya bentuk upaya meredakan viralitas, bukan datang dari niat tulus.

“Ini pelayaran??? Udaa virall baru menyesal,” tulis akun @fannysupandi.

“Lemess banget klarifikasinya, beda pas bilang ‘aku anak pelayaran!’” sindir akun @ernaelly.

“Anak pelayaran yang saya tahu itu disiplin dan santun. Beda jauh,” kata akun @langitsenja.

Reaksi publik tidak lepas dari kesan arogansi yang ditampilkan Takbirdha saat insiden berlangsung. Klaim profesinya sebagai “anak pelayaran” juga dianggap tidak relevan dan malah menyinggung banyak pihak yang bekerja di bidang maritim.

Terungkap Pekerjaan Asli Takbirdha

Spekulasi publik terkait latar belakang Takbirdha akhirnya dijawab oleh pihak lingkungan tempat tinggalnya. Ketua RT 01 Bantulan, Pak Efendi, dalam wawancara bersama media lokal, membantah bahwa Takbirdha adalah anak pelayaran.

“Setahu kami, dia bukan pelaut atau anak pelayaran. Dia bekerja di bidang pelayanan dan berada di luar Pulau Jawa,” ungkap Pak Efendi.

Pernyataan tersebut memperkuat dugaan bahwa klaim Takbirdha tentang latar belakang pelayarannya hanyalah upaya membangun citra yang tidak sesuai kenyataan. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru: mengapa ia merasa perlu menyampaikan informasi yang menyesatkan di tengah tindak kekerasan?

Konteks Sosial dan Psikologis Tindakan

Tindakan kekerasan Takbirdha mencerminkan gejala sosial yang lebih luas. Rasa superioritas terhadap profesi lain, arogansi karena identitas yang dianggap lebih “tinggi”, hingga ketidakmampuan mengelola emosi dalam situasi sehari-hari menjadi isu penting.

Menurut psikolog sosial dari Universitas Negeri Yogyakarta, perilaku semacam itu bisa dipicu oleh krisis identitas dan tekanan lingkungan:

“Banyak individu merasa harus menunjukkan status atau pengaruh untuk mendapatkan validasi sosial, apalagi di zaman media sosial seperti sekarang,” kata Dr. Retno Widyaningsih.

Imbas Hukum: Apakah Takbirdha Bisa Diproses?

Meski kejadian ini ramai di media sosial, pertanyaan selanjutnya adalah: apakah ada tindak lanjut hukum terhadap Takbirdha? Hingga artikel ini ditulis, belum ada konfirmasi resmi dari kepolisian Sleman terkait laporan atau proses penyelidikan.

Namun, sejumlah LSM yang bergerak di bidang perlindungan pekerja informal mendesak agar kasus ini tidak berhenti di klarifikasi semata.

“Ini bukan sekadar insiden kecil. Ada unsur kekerasan fisik dan psikologis terhadap mitra kerja informal. Ini harus diusut,” ujar Mulyadi, Direktur LSM Solidaritas Ojol Bersatu.

Perlindungan untuk Driver Ojol Perlu Diperkuat

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan yang dialami oleh driver ojol. Mereka kerap berada dalam posisi rentan, baik dari sisi sistem kerja tanpa jaminan hukum, maupun perlakuan pelanggan yang semena-mena.

Beberapa poin penting yang menjadi tuntutan publik:

Narasi "Anak Pelayaran" dan Bahayanya

Klaim Takbirdha sebagai “anak pelayaran” mencerminkan narasi palsu yang berbahaya. Dalam konteks komunikasi publik, hal ini disebut sebagai bentuk status signaling usaha untuk menunjukkan status sosial demi mendapatkan perlakuan berbeda.

Namun, alih-alih menimbulkan simpati, narasi tersebut justru memperburuk situasi. Warganet yang memiliki keluarga atau kerabat di dunia pelayaran merasa tersinggung atas pernyataan tersebut.

Baca Juga: Cara Daftar SPMB Jakarta Tahap Akhir 2025 Hari Ini 7 Juli, Cek Jam Mulai Pendaftaran

Potret Ketimpangan Sosial di Era Digital

Insiden ini juga memperlihatkan ketimpangan sosial yang terlihat nyata di ruang digital. Dalam satu sisi, masyarakat mudah bereaksi terhadap arogansi dan kekerasan. Namun di sisi lain, publik sering menuntut bentuk klarifikasi yang lebih keras, bahkan cenderung mengarah pada perundungan digital.

Hal ini mengindikasikan pentingnya literasi digital dalam menyikapi kasus-kasus viral. Baik pelaku maupun publik perlu memahami batas antara kritik, klarifikasi, dan penghukuman sosial.

Kasus Takbirdha Tsalasiwi Wartyana adalah potret kecil dari kompleksitas sosial di era media sosial. Ia bukan hanya soal kekerasan terhadap driver ojol, tetapi juga tentang krisis identitas, manipulasi informasi, dan rendahnya penghargaan terhadap profesi pekerja informal.

Kita berharap peristiwa ini membuka mata semua pihak baik penyedia layanan transportasi online, masyarakat umum, maupun aparat hukum untuk mengambil langkah nyata mencegah kejadian serupa terulang kembali.

Tags:

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor