POSKOTA.CO.ID - Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), tengah dihebohkan dengan kasus dugaan malapraktik yang menimpa seorang balita bernama Arumi.
Balita perempuan berusia 16 bulan itu harus merelakan tangan kanannya diamputasi akibat dugaan kelalaian tenaga kesehatan saat menjalani perawatan di Puskesmas Bolo.
Peristiwa memilukan ini mencuat ke publik setelah kedua orang tua Arumi, Andika dan Marliana, membuka suara dan menuntut keadilan atas nasib tragis yang menimpa sang buah hati.
Kisah pilu itu sendiri bermula pada Kamis, 10 April 2025, saat Arumi mengalami demam dan batuk.
Kedua orang tuanya pun membawa Arumi ke Puskesmas Bolo untuk mendapatkan penanganan medis.
Sesampainya di puskesmas, balita malang tersebut diputuskan untuk diinfus guna mengatasi kondisi kesehatannya.
Marliana, ibu Arumi, mengungkapkan bahwa awalnya infus dipasang di tangan kiri.
Namun tak lama kemudian, tangan kiri Arumi mengalami pembengkakan. Infus pun kemudian dipindahkan ke tangan kanan. Di sinilah masalah mulai muncul.
Baca Juga: Profil Fadhal Rahmat, Politisi Muda DPRD Kendari yang Viral karena Ngevape saat Rapat
Siapa Oknum Kasus Malapraktik di Bima NTB?
Menurut penuturan sang ibu, Marliana dalam wawancara eksklusif di kanal YouTube Curhat Bang Denny Sumargo, perawat yang memasang infus di tangan kanan adalah seorang perempuan.
"Nah perawat itu yang pertama menginfus ini yang diduga dia melakukan malapraktik kan?" tanya Denny Sumargo dari kanal YouTube Curhat Bang Denny Sumargo.
"Bukan, yang perawat yang tanggal 10 memang kan dia diinfus di tangan kiri, tapi pas di anu dikasih masuk bengkak dipindahkanlah di tangan kanan, yang infus di tangan kanan ini perempuan," jawabnya.
Meski Marliana sempat memberitahukan adanya pembengkakan pada tangan anaknya, namun perawat laki-laki tersebut diduga mengabaikan keluhan tersebut.
Pada tanggal 13 April 2025, Marliana kembali mengingatkan petugas medis mengenai kondisi tangan anaknya yang semakin membengkak.
Sayangnya, menurut keterangan Marliana, keluhan tersebut tetap tidak ditindaklanjuti dengan serius.
"Tapi pembengkakannya di tanggal 13 laki-laki yang mengkasih obat di saat saya ngomong bengkak," ungkapnya.
Bahkan dokter yang menangani Arumi disebut baru muncul saat kondisi sang anak sudah memburuk, yakni pada hari keempat sejak Arumi dirawat.
Dokter yang memeriksa Arumi di fasilitas kesehatan kedua justru menilai bahwa pembengkakan tersebut hanyalah akibat penumpukan cairan biasa dan bukan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Penilaian tersebut membuat tindakan medis lebih lanjut tidak segera dilakukan.
Keterlambatan penanganan itu yang kemudian berujung fatal. Infeksi pada tangan Arumi semakin parah hingga akhirnya keputusan pahit harus diambil amputasi tangan kanan.
Identitas oknum perawat maupun dokter yang diduga bertanggung jawab atas dugaan malapraktik tersebut hingga kini belum diungkap secara resmi ke publik.
Baik Andika maupun Marliana, dalam wawancara dengan Denny Sumargo, enggan menyebutkan nama pelaku secara langsung.
Namun, mereka dengan tegas meminta agar pihak yang lalai dalam menjalankan tugasnya mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi.
Marliana bahkan menyebut bahwa hingga saat ini, baik dokter maupun perawat yang diduga abai tersebut belum pernah menunjukkan iktikad baik untuk menemui mereka secara langsung.
Lebih lanjut, Marliana menyebut, pihak tenaga kesehatan telah menawarkan santunan sebesar Rp200 juta. Namun, bagi mereka, uang bukanlah tujuan utama.
Marliana dan Andika hanya ingin ada pengakuan atas kesalahan dan bentuk tanggung jawab moral yang jelas.