POSKOTA.CO.ID - Tepat pada 27 Juni 2025, publik sepak bola nasional kembali menengan dan melakukan doa bersama atas 1000 hari Tragedi Kanjuruhan, Malang.
Tragedi ini terjadi pada malam 1 Oktober 2022 tercatat sebagai salah satu insiden kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Peristiwa ini tak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga meninggalkan luka psikologis mendalam bagi keluarga korban, suporter, dan masyarakat luas.
Hingga kini, tragedi tersebut menjadi cermin sebagai bahan refleksi, terutama terkait penegakan keadilan dan upaya perbaikan manajemen keamanan di stadion.
Baca Juga: Persib Bandung Umumkan Uilliam Barros, Striker Tajam Pengganti David da Silva
Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan
Pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadi ajang yang sangat dinantikan publik sepak bola Indonesia.
Namun, berakhirnya pertandingan dengan skor 2-3 untuk kemenangan Persebaya memicu kekecewaan besar dari pendukung tuan rumah.
Beberapa menit setelah peluit panjang dibunyikan, ratusan suporter turun ke lapangan. Aparat keamanan merespons dengan menembakkan gas air mata, yang ternyata diarahkan ke tribun penonton. Tindakan ini memicu kepanikan massal.
Ribuan penonton berebut keluar melalui pintu stadion yang seharusnya sudah dibuka sejak lima menit sebelum pertandingan usai.
Sayangnya, pintu masih dalam keadaan terkunci atau terbuka sangat sempit. Desakan dan kepanikan menyebabkan banyak penonton terjatuh, terinjak-injak, hingga kehabisan napas.
Menurut catatan pihak berwenang dan media, polisi menembakkan gas air mata ke tiga titik utama: tribun selatan (7 kali), tribun utara (1 kali), dan ke area lapangan (3 kali). Akibatnya, suasana menjadi semakin mencekam dan menelan korban jiwa serta luka berat.
Baca Juga: Alasan Persib Bandung Rekrut Uilliam Barros dan Berguinho, Strategi Bojan Hodak Bangun Tim Kuat
Hasil Investigasi dan Penjelasan Pihak Berwenang
Kapolda Jawa Timur saat itu, Irjen Nico Afinta, menjelaskan bahwa kerusuhan terjadi akibat penumpukan massa melebihi kapasitas stadion, sehingga menyebabkan korban kehabisan oksigen dan terinjak-injak.
Sedangkan Kadinkes Kabupaten Malang, Wiyanto Widodo, menyebut mayoritas korban meninggal karena sesak napas akibat paparan gas air mata dan desakan massa.
Proses Hukum dan Hasil Pengadilan
Setelah penyelidikan, enam orang resmi ditetapkan sebagai tersangka:
- Abdul Harris – Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, divonis 1,5 tahun penjara.
- Ahmad Hadian Lukita – Direktur PT LIB (Liga Indonesia Baru), belum disidangkan hingga kini.
- Suko Sutrisno – Security Officer, divonis 1 tahun penjara.
- Wahyu Setyo Pranoto – Kabag Ops Polres Malang, divonis 2,5 tahun penjara.
- Hasdarmawan – Brimob Polda Jawa Timur, divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
- Bambang Sidik Achmadi – Kasat Samapta Polres Malang, divonis 2 tahun penjara.
Penetapan ini memicu pro dan kontra. Banyak pihak, termasuk keluarga korban, merasa hukuman tersebut terlalu ringan dan tidak menyentuh aktor penting di balik penembakan gas air mata.
Sejumlah Kejanggalan yang Ditemukan
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap beberapa kejanggalan selama proses pengungkapan dan peradilan:
- Hoaks: Pernyataan Kapolda Jawa Timur bahwa penggunaan gas air mata sudah sesuai SOP.
- Obstruction of justice: Dugaan upaya pihak kepolisian mengganti rekaman CCTV.
- Rekonstruksi tidak di TKP: Proses rekonstruksi dilakukan di Lapangan Mapolda Jawa Timur, bukan di Stadion Kanjuruhan.
- Intimidasi: Ancaman kekerasan kepada saksi dan keluarga korban.
- Persidangan daring: Terdakwa dihadirkan secara virtual, memicu kritik soal transparansi.
- Konflik kepentingan: Anggota Polri diterima sebagai penasihat hukum terdakwa.
- Dominasi aparat sebagai saksi: Kesaksian di persidangan sebagian besar berasal dari pihak kepolisian.
- Hakim dan Jaksa pasif: Dinilai kurang menggali fakta substantif.
- Pengaburan fakta: Penembakan gas air mata ke arah tribun penonton tidak sepenuhnya diungkap.
Refleksi Keadilan dan Keselamatan Suporter
Tragedi Kanjuruhan menjadi alarm bagi dunia sepak bola nasional dan internasional. FIFA sendiri telah menetapkan larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion sejak lama, namun pelanggaran fatal tetap terjadi. Poin penting yang perlu menjadi evaluasi:
- Standar keamanan stadion wajib diperbaiki.
- Protokol pengamanan perlu mengutamakan keselamatan suporter, bukan hanya pencegahan kerusuhan.
- Penegakan hukum harus transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
1000 hari sudah publik sepak bola berkabung atas peristiwa kelam Tragedi Kanjuruhan. Publik tentu berharap kejadian sama tidak akan terulang kembali dan menjadi pengalaman pahit yang memberikan pelajaran besar bagi progres persepakbolaan Indonesia.