POSKOTA.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik setelah pergerakannya yang intensif dalam mengusut dugaan praktik korupsi di salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada 26 Juni 2025, kantor pusat bank nasional berlogo biru-oranye resmi digeledah KPK. Operasi ini sontak memancing perhatian luas, baik di ruang redaksi media arus utama maupun perbincangan warga di berbagai platform media sosial.
Bank yang dikenal memiliki jaringan cabang luas ini sebelumnya jarang terseret kasus dugaan tindak pidana korupsi berskala besar. Namun, pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) disebut-sebut sebagai titik awal munculnya kecurigaan adanya penyimpangan prosedur yang merugikan negara.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, melalui pernyataan resmi yang dikutip dari akun TikTok @motivasikalcer, menegaskan bahwa penggeledahan telah dilakukan di beberapa lokasi strategis. “Benar, Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menggeledah kantor bank biru-oranye pada tanggal 26 Juni 2025,” ujar Setyo dalam keterangan tertulisnya.
Meski konfirmasi telah disampaikan, KPK belum membuka secara rinci detail dugaan korupsi, barang bukti yang diamankan, serta daftar pihak yang dimintai keterangan.
Baca Juga: Cerita Pedagang Celana Jeans Rugi Miliaran Akibat Kebakaran di Kwitang Jakpus
Latar Belakang Dugaan Penyimpangan
Berdasarkan informasi yang beredar di sejumlah sumber, dugaan tindak pidana korupsi tersebut berkaitan dengan pengadaan ribuan unit mesin EDC untuk keperluan transaksi non-tunai nasabah di seluruh Indonesia. Mesin EDC berfungsi sebagai alat pembayaran yang terintegrasi dengan sistem perbankan digital dan telah menjadi salah satu inovasi strategis dalam memperluas layanan perbankan nasional.
Namun, dalam proses pengadaan yang memakan biaya ratusan miliar rupiah, diduga terdapat penggelembungan nilai kontrak (mark up) serta praktik pengaturan pemenang tender oleh pihak internal bank bekerja sama dengan vendor tertentu. Praktik-praktik semacam ini bukan pertama kali terjadi di lingkup BUMN.
Menurut Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, lembaganya telah menaikkan status penanganan kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Artinya, terdapat bukti permulaan yang cukup kuat untuk menduga terjadi pelanggaran hukum. “Benar, kasus ini sudah tahap penyidikan. Namun detailnya belum bisa kami sampaikan secara terbuka,” kata Fitroh dalam konferensi pers terbatas.
Respons dan Perhatian Publik
Tak butuh waktu lama, informasi penggeledahan kantor pusat bank biru-oranye menjadi topik viral. Di platform TikTok dan X (Twitter), ratusan ribu warganet membicarakan kabar ini, sebagian besar mempertanyakan integritas manajemen bank plat merah yang selama ini gencar mengkampanyekan transformasi digital dan akuntabilitas.
Sebagian komentar warganet berbunyi:
“Bank pelat merah katanya transparan, ternyata ada juga korupsi pengadaan.”
“EDC itu barang penting untuk transaksi, kok masih ada korupsi di situ?”
“KPK harus bongkar tuntas jaringan mafia proyek di BUMN.”
Sementara itu, sejumlah pengamat ekonomi menilai kasus dugaan korupsi pengadaan EDC mencerminkan lemahnya pengawasan internal, sekaligus menunjukkan tantangan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara.
Konfirmasi KPK dan Pemeriksaan Pejabat Bank
Meski KPK belum menetapkan tersangka resmi, beredar kabar bahwa Wakil Direktur Utama bank terkait telah dimintai keterangan. Proses pemeriksaan ini menjadi langkah penting untuk mengidentifikasi rantai tanggung jawab dalam pengadaan proyek.
KPK belum memberikan jadwal resmi pemeriksaan maupun pengumuman calon tersangka. Namun, jika benar terbukti ada praktik korupsi, kasus ini berpotensi menjadi salah satu skandal besar di sektor perbankan BUMN dalam dekade terakhir.
Proses Hukum yang Ditempuh KPK
Secara prosedural, penggeledahan kantor pusat dan cabang dilakukan setelah KPK mengantongi izin penggeledahan dari pengadilan tindak pidana korupsi. Proses tersebut meliputi:
- Pengumpulan Bukti Awal
Dokumen pengadaan EDC, kontrak vendor, dan dokumen internal lain dikumpulkan untuk diverifikasi. - Pemeriksaan Pejabat Terkait
Pejabat struktural dan staf pengadaan diperiksa dalam kapasitas saksi. - Penyitaan Barang Bukti
Data elektronik, surat perjanjian kerja sama, dan dokumen pembayaran diamankan sebagai barang bukti. - Analisis Aliran Dana
Tim penindakan melakukan penelusuran rekening pihak internal bank dan pihak ketiga. - Penetapan Status Tersangka
Jika bukti cukup, status pihak yang terlibat akan dinaikkan menjadi tersangka.
Menurut ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Dr. Rian Adi Prabowo, pengadaan EDC seharusnya melalui proses lelang terbuka dan evaluasi harga yang ketat. "Apabila ditemukan mark up signifikan tanpa justifikasi, potensi kerugian negara bisa sangat besar," kata Rian.
Potensi Kerugian Negara
Hingga artikel ini disusun, KPK belum merilis estimasi kerugian negara akibat dugaan korupsi pengadaan mesin EDC. Namun, berdasar skema proyek sejenis di bank BUMN lain, kerugian berpotensi mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah jika penggelembungan harga dan pengaturan vendor benar terjadi.
Dalam beberapa kasus sebelumnya, praktik serupa terbukti menyebabkan pemborosan anggaran, terganggunya layanan operasional, serta menurunkan kepercayaan publik pada sistem keuangan nasional.
Implikasi bagi Reputasi Bank BUMN
Kasus ini menjadi ujian reputasi bagi bank plat merah yang dalam beberapa tahun terakhir getol melakukan ekspansi digital dan transformasi layanan. Pimpinan bank harus memberikan klarifikasi terbuka agar tidak menimbulkan spekulasi liar yang merusak citra perusahaan di mata investor dan nasabah.
Selain itu, skandal semacam ini dapat memicu pengetatan pengawasan regulasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kementerian BUMN.
Baca Juga: Pramono Yakin TransJabodetabek Rute Bekasi-Dukuh Atas Bakal Ramai Penumpang
Upaya Pencegahan Korupsi di BUMN
Kasus pengadaan EDC menegaskan pentingnya langkah preventif:
1. Memperkuat fungsi audit internal dan kepatuhan.
2. Mewajibkan penggunaan e-procurement yang transparan.
3. Menyiapkan mekanisme pelaporan whistleblowing yang melindungi pelapor.
4. Melakukan evaluasi vendor independen.
5. Mengintensifkan pelatihan integritas pegawai.
KPK diharapkan menindaklanjuti penggeledahan ini secara transparan dan profesional demi menjaga kepercayaan masyarakat.