POSKOTA.CO.ID – Setiap orang, dalam titik tertentu dalam hidupnya, akan dihadapkan pada kesulitan.
Tapi bagaimana cara kita tetap tegar di tengah badai? Filsafat Stoik, yang telah terbukti melintasi zaman, menawarkan jalan keluar, yakni bukan hanya bertahan, tapi bertahan dengan martabat.
"Jadilah seperti batu karang yang terus diterjang ombak. Ia tetap berdiri, dan riuhnya laut pun reda di sekitarnya," kata Marcus Aurelius, dikutip oleh Poskota dari laman Daily Stoic.
Baca Juga: Filsafat Stoikisme: Tips Mengatasi Rasa Penyesalan dengan Menggunakan Strategi Filsuf Stoik
Apa Arti Sebenarnya dari Keteguhan Hati?
James Stockdale, seorang perwira Amerika, pernah ditahan lebih dari tujuh tahun di kamp perang Vietnam yang terkenal kejam.
Ia tidak menyerah. Ia tidak mengkhianati negaranya. Yang menopangnya adalah Stoikisme.
Keteguhan hati bukan soal bertahan hidup semata, melainkan tentang menjaga prinsip dan kemanusiaan di tengah penderitaan.
Stoikisme bukan membuat kita pasif, tapi kuat. Bukan menjadikan kita dingin, tapi jernih dan kokoh.
Baca Juga: Filsafat Stoikisme: Inilah Cara Meraih Tujuan dan Cita-Cita Menurut Para Filsuf Stoik
7 Pelajaran Stoik tentang Keteguhan Hati
Terima Takdirmu (Amor Fati)
Kita ada karena telah mengalahkan kemungkinan yang nyaris mustahil.
Maka bahkan penderitaan sekalipun adalah bagian dari eksistensi yang langka ini.
Mencintai takdir berarti menyadari bahwa hidup, termasuk bagian sulitnya, adalah anugerah.
"Jangan harapkan segala sesuatu terjadi seperti yang kamu inginkan, tapi inginkanlah agar segala sesuatu terjadi sebagaimana mestinya, maka kamu akan bahagia." kata Epictetus.
Berhentilah Mengeluh
Mengeluh tidak membuat kita lebih kuat, justru melemahkan niat untuk bangkit.
Rasakan emosi, ya. Tapi jangan biarkan pikiranmu meyakini bahwa kamu tidak mampu.
"Segala sesuatu itu bisa ditahan. Ingatlah, kamu bisa menahan apa pun yang bisa ditahan oleh pikiranmu," ucap Marcus Aurelius.
Baca Juga: Apa Makna Filsafat Pendidikan Berbasis Pancasila? Cek Kunci Jawaban Modul 3 PPG 2025 Topik 1
Apa yang Terjadi Bukanlah Akhir Dunia
Segala sesuatu yang kita miliki hanyalah titipan. Saat kita kehilangan, bukan berarti kita tak berharga, tapi kita hanya mengembalikan apa yang bukan milik kita sepenuhnya.
"Jangan pernah berkata, ‘Aku telah kehilangan ini,’ tetapi, ‘Ini telah dikembalikan’." kata Epictetus.
Maksudnya, kita tidak pernah benar-benar memiliki sesuatu. Meskipun kita punya, pada akhirnya itu akan kembali tiada.
Baca Juga: Stoikisme: Filsafat Kuno untuk Ketangguhan Mental dan Kebahagiaan Hidup
Jangan Menunda Aksi
"Penundaan adalah pemborosan terbesar dalam hidup." kata Seneca.
Semakin lama kita menunggu, semakin besar penderitaan itu mencengkeram. Ambillah tindakan, sekecil apa pun. Hidup ada di sini dan sekarang.
Tuntut yang Terbaik dari Dirimu
"Sampai kapan kamu akan menunda untuk menuntut yang terbaik dari dirimu sendiri?" kata Epictetus.
Jangan biarkan kesulitan menjadikanmu biasa-biasa saja. Terus perbaiki diri, walau pelan. Keteguhan hati bukan soal hasil, tapi keberanian untuk tetap mencoba.
Berhenti Menyiksa Diri Sendiri
"Kita menderita bukan karena kejadian, tapi karena penilaian kita terhadapnya," kata Epictetus
Alih-alih menyalahkan diri sendiri secara personal, kenalilah fakta objektif dari situasi yang terjadi. Itu akan membuat kita lebih mampu bertindak dengan tenang.
Gunakan Sumber Kekuatan dari Dalam
"Gali lebih dalam. Kamu memiliki kekuatan yang belum kamu sadari." ucap Epictetus.
Jangan langsung bereaksi. Tarik napas. Ingat bahwa kamu memiliki pilihan, bahkan saat terasa tidak ada pilihan. Setiap tantangan adalah kesempatan untuk menunjukkan siapa kamu sebenarnya.