POSKOTA.CO.ID - Banyak sekolah di Indonesia masih menerapkan larangan membawa ponsel ke lingkungan sekolah. Kebijakan ini biasanya tertuang dalam tata tertib sebagai bentuk pembinaan disiplin dan pencegahan potensi gangguan terhadap proses belajar mengajar.
Guru dan pihak sekolah beranggapan bahwa HP dapat mengalihkan fokus siswa, memperbesar peluang terjadinya bullying daring, serta menjadi akses mudah ke konten negatif.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Menurut laporan UNESCO, kehadiran ponsel di lingkungan belajar dapat menurunkan fokus siswa secara signifikan. Bahkan, hanya dengan melihat notifikasi di layar, perhatian siswa bisa teralihkan dan butuh waktu sekitar 20 menit untuk kembali fokus pada materi pelajaran.
Namun, apakah cukup hanya dengan menyita HP? Beberapa sekolah bahkan mengambil langkah lebih jauh: memeriksa isi ponsel siswa untuk memastikan tidak ada pelanggaran seperti menyimpan konten pornografi, melakukan perundungan, atau mengakses aplikasi terlarang.
Di sinilah muncul dilema antara menjaga kedisiplinan dan melindungi hak privasi peserta didik.
Guru Mengecek HP Siswa: Apakah Legal?
Secara hukum, memeriksa isi HP siswa tanpa izin adalah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran privasi.
Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hak atas data pribadi diakui dan dilindungi oleh negara. Dalam Pasal 26 UU tersebut disebutkan:
“Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.”
Dengan kata lain, guru atau pihak sekolah yang memeriksa isi HP siswa tanpa seizin pemilik dapat dianggap melanggar hak atas data pribadi. Apabila siswa atau orang tuanya merasa dirugikan, mereka berhak mengajukan gugatan atas pelanggaran tersebut.
Tidak hanya itu, KUHP Pasal 332 juga memberikan ancaman pidana:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses sistem elektronik milik orang lain akan dipidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.”
Tinjauan Etika: Antara Kepedulian dan Pelanggaran
Dari perspektif etika pendidikan, guru merupakan sosok yang bertanggung jawab tidak hanya terhadap disiplin siswa, tetapi juga menjadi pelindung hak-hak mereka sebagai individu. Ketika seorang pendidik memeriksa ponsel siswa tanpa persetujuan, ini bisa menjadi bentuk pelanggaran terhadap prinsip etika dan kepercayaan yang semestinya dibangun antara guru dan murid.
Etika pendidikan menekankan bahwa pendidik harus:
- Menjaga martabat siswa sebagai individu.
- Menghormati hak atas privasi siswa.
- Bertindak transparan dalam setiap bentuk tindakan korektif.
Langkah pemeriksaan HP tanpa komunikasi terbuka justru bisa memperkeruh hubungan guru dan murid, bahkan menciptakan ketakutan atau rasa tidak nyaman di lingkungan belajar.
Alternatif Solusi: Membangun Budaya Digital yang Sehat
Larangan membawa HP ke sekolah sah-sah saja diterapkan sebagai kebijakan pendidikan. Namun, tindakan yang diambil untuk menegakkan aturan tersebut perlu dirancang secara adil, proporsional, dan menghormati hak asasi siswa.
Berikut beberapa langkah solusi yang bisa diterapkan:
1. Edukasi Digital sejak Dini
Sekolah perlu memasukkan kurikulum literasi digital sebagai bagian dari proses pembelajaran. Melalui pembelajaran ini, siswa diajarkan bagaimana menggunakan HP dan media sosial secara bertanggung jawab, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi.
2. Sistem Penyimpanan HP Sementara
Daripada menyita HP dengan ancaman, sekolah bisa menyiapkan kotak penyimpanan sementara di awal kelas. Siswa meletakkan HP secara sukarela dan mengambil kembali setelah jam pelajaran usai. Sistem ini telah berhasil diterapkan di berbagai negara seperti Jepang dan Korea Selatan.
3. Pemeriksaan Berdasarkan Kesepakatan
Jika terpaksa memeriksa isi HP karena ada kecurigaan kuat terkait pelanggaran berat, guru harus meminta persetujuan siswa dan jika perlu menghadirkan orang tua sebagai pendamping. Pemeriksaan dilakukan terbuka dan disaksikan siswa yang bersangkutan, bukan dilakukan secara diam-diam atau sepihak.
4. Pendekatan Restoratif
Daripada hukuman yang bersifat represif, pendekatan dialogis dan restoratif dapat menjadi jalan tengah. Misalnya, siswa yang melanggar aturan HP diminta membuat refleksi tertulis atau presentasi tentang dampak negatif penggunaan ponsel secara berlebihan.
Mengapa Privasi Siswa Penting Dijaga?
Di era digital saat ini, privasi menjadi bagian dari hak asasi manusia. HP bukan sekadar alat komunikasi, tetapi sudah menjadi ekstensi kehidupan personal seseorang menyimpan data, kenangan, hingga aktivitas digital yang bersifat sangat pribadi.
Melindungi privasi siswa adalah bagian dari menciptakan lingkungan belajar yang aman secara psikologis. Ketika siswa merasa aman, mereka akan lebih terbuka, nyaman, dan termotivasi dalam proses belajar. Sebaliknya, jika siswa merasa diawasi secara berlebihan, kepercayaan mereka terhadap lembaga pendidikan bisa luntur.
Studi Kasus Internasional: Praktik Serupa di Luar Negeri
Di Perancis, sejak 2018, pemerintah melarang penggunaan ponsel oleh siswa hingga tingkat SMP selama jam sekolah berlangsung. Namun, pemeriksaan isi ponsel hanya boleh dilakukan oleh otoritas tertentu atas dasar hukum.
Di Finlandia, pendekatan pendidikan teknologi dilakukan dengan menanamkan tanggung jawab digital pada siswa tanpa pelarangan total. Guru justru dibekali pelatihan untuk mendampingi siswa dalam menggunakan teknologi secara etis.
Dua pendekatan berbeda ini menunjukkan bahwa pelarangan dan pemeriksaan bukanlah satu-satunya pilihan. Pendidikan tentang tanggung jawab digital justru menjadi kunci jangka panjang.
Sekolah memang bertugas membentuk karakter dan mendisiplinkan siswa. Namun, pendekatan terhadap penggunaan HP di sekolah harus mempertimbangkan aspek hukum dan etika. Guru tidak dibenarkan secara sepihak mengecek isi HP siswa tanpa persetujuan.
Pendidikan bukan hanya soal kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga penghargaan terhadap hak individu. Di tengah tantangan zaman digital, peran guru tidak lagi sekadar sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pendamping dalam literasi digital dan penjaga etika.
Rekomendasi Kebijakan Sekolah:
- Tambahkan pelatihan etika digital bagi guru dan siswa.
- Susun SOP pemeriksaan HP dengan prinsip transparency and consent.
- Libatkan orang tua dalam sosialisasi aturan penggunaan HP di sekolah.
Dengan pendekatan yang holistik dan manusiawi, dunia pendidikan bisa menjadi tempat yang aman, beretika, dan tetap disiplin dalam menyikapi teknologi di lingkungan sekolah.