POSKOTA.CO.ID - Baru-baru ini, sebuah video berdurasi singkat beredar di berbagai platform media sosial yang memperlihatkan adanya pemasangan struktur logam menyerupai rangka eskalator di Candi Borobudur, salah satu situs warisan budaya dunia UNESCO yang paling dihormati di Indonesia.
Rekaman visual tersebut memicu reaksi beragam dari publik, termasuk kekhawatiran terkait pelestarian dan keaslian struktur batuan candi yang telah berusia lebih dari seribu tahun.
Video tersebut menunjukkan jelas rangka besi yang terlihat ditata di atas tangga utama candi. Di beberapa bagian, terlihat pula papan kayu dan plat logam terpasang di jalur naik, memunculkan spekulasi bahwa instalasi tersebut adalah bagian dari sistem eskalator atau ramp untuk akses khusus.
Baca Juga: 10 Saldo Dana Bansos Segara Cair, Cek NIK e-KTP Anda dan Daftar Lengkapnya di Sini!
Respons Awal dan Ketidakjelasan Informasi
Hingga video tersebut viral, pihak pengelola belum memberikan pernyataan resmi mengenai tujuan pemasangan rangka besi tersebut.
Hal ini menimbulkan kebingungan sekaligus ketakutan di kalangan masyarakat yang selama ini menaruh perhatian besar terhadap konservasi situs budaya nasional.
Dalam suasana yang penuh pertanyaan, PT Taman Wisata Candi Borobudur, selaku pengelola resmi kawasan, segera mengeluarkan pemberitahuan bahwa akses ke beberapa bagian candi akan ditutup sementara hingga tanggal 29 Mei 2025. Langkah ini disebutkan sebagai bagian dari persiapan kunjungan kenegaraan tingkat tinggi.
Klarifikasi Pemerintah: Eskalator Sementara dan Non-Destruktif
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, kemudian memberikan pernyataan resmi yang meredakan ketegangan.
Dalam keterangan persnya, ia menegaskan bahwa struktur yang dipasang bukanlah eskalator permanen, melainkan instalasi non-permanen yang dapat dibongkar sewaktu-waktu.
Tujuan utama pemasangan tersebut adalah untuk memfasilitasi kunjungan kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Candi Borobudur pada 28-29 Mei 2025.
Hasan menjelaskan bahwa pemasangan fasilitas tersebut merupakan bagian dari permintaan protokoler kenegaraan, khususnya karena Macron memiliki waktu kunjungan yang sangat terbatas dan memerlukan akses cepat untuk dapat menikmati bagian-bagian utama candi tanpa mengorbankan aspek kenyamanan dan efisiensi.
Tanggapan Terhadap Isu Kelestarian Cagar Budaya
Menanggapi kekhawatiran publik, pemerintah memastikan bahwa tidak ada tindakan yang bersifat merusak struktur asli dari batuan Candi Borobudur.
Hasan menegaskan bahwa seluruh proses pemasangan dilakukan di bawah pengawasan ketat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, termasuk para arkeolog dan pakar konservasi cagar budaya.
“Tidak ada satu pun proses pengeboran atau pemasangan paku pada batuan asli candi. Semua struktur bersifat sementara, hanya diletakkan dengan metode tekanan seimbang dan sistem pengunci non-invasif,” jelas Hasan.
Fasilitas Aksesibilitas untuk Tamu Kenegaraan
Selain instalasi eskalator, pemerintah juga mempersiapkan dua fasilitas utama untuk mendukung kunjungan tamu negara. Pertama, ramp atau jalur landai yang difungsikan agar tamu negara dapat mencapai level keempat candi dengan berjalan kaki secara lebih mudah.
Kedua, stair lift atau kursi bantu naik yang akan membawa tamu hingga ke lantai ketujuh atau kedelapan, memungkinkan pengalaman wisata yang menyeluruh tanpa menguras tenaga.
Fasilitas tersebut dirancang tidak hanya untuk memudahkan Presiden Macron dan delegasi, tetapi juga sebagai prototype uji coba sistem aksesibilitas universal di candi, guna mendukung kunjungan wisatawan berkebutuhan khusus di masa depan.
Ketinggian dan Kompleksitas Struktur Borobudur
Candi Borobudur memiliki ketinggian sekitar 35 meter, setara dengan gedung 12 lantai. Untuk mencapai bagian puncak, pengunjung harus menaiki lebih dari 200 anak tangga batu yang berundak.
Tidak semua pengunjung, termasuk delegasi negara, memiliki kondisi fisik yang memungkinkan untuk menapaki seluruh jalur tersebut. Oleh karena itu, pendekatan fasilitas sementara dianggap relevan dan adaptif terhadap kebutuhan situasional.
Sikap Publik dan Perluasan Wacana Konservasi
Meski klarifikasi resmi telah disampaikan, perdebatan di ruang publik tetap berlangsung. Sebagian netizen dan aktivis pelestarian budaya tetap menyuarakan keberatan atas segala bentuk intervensi terhadap situs warisan dunia, tidak terkecuali instalasi temporer.
Mereka menilai bahwa tindakan pemerintah berpotensi mencederai nilai spiritual dan arsitektural Candi Borobudur, yang semestinya dijaga keutuhannya tanpa kompromi.
Namun, di sisi lain, banyak pula yang memandang bahwa selama intervensi bersifat sementara, aman, dan tidak merusak, maka hal tersebut dapat diterima sebagai bentuk diplomasi budaya dan kesiapan Indonesia dalam menjamu tamu negara secara berkelas.
Baca Juga: Terancam Kehilangan Nafkah, Pedagang Kopi Sekitar Unisma Pasrah Warung Dibongkar Pemkot Bekasi
Borobudur sebagai Simbol Diplomasi Budaya
Candi Borobudur bukan sekadar objek wisata, melainkan lambang peradaban dan toleransi. Dalam konteks diplomasi internasional, menampilkan warisan budaya sebagai bagian dari itinerary kunjungan kenegaraan merupakan strategi soft power yang kuat.
Oleh karenanya, penataan sementara yang bertujuan memfasilitasi kunjungan resmi dapat dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu sekaligus promosi budaya nasional di panggung global.
Langkah Pengawasan dan Evaluasi
Sebagai bagian dari evaluasi jangka panjang, pemerintah menyatakan akan membentuk tim pengkaji dampak pasca-instalasi.
Tim ini akan bertugas mengevaluasi apakah setelah pembongkaran, tidak ditemukan jejak kerusakan, retakan baru, atau perubahan warna pada struktur batu candi.
Lebih jauh, langkah ini juga menjadi bahan pertimbangan apakah sistem aksesibilitas serupa dapat dikembangkan di masa depan dalam format yang lebih aman, adaptif, dan konservatif.