POSKOTA.CO.ID - Pada sistem perpajakan nasional Indonesia telah lama dicanangkan sebagai solusi efisiensi dan peningkatan pelayanan. Coretax, sistem teknologi informasi milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP), diharapkan menjadi pionir dalam mewujudkan sistem perpajakan modern, terintegrasi, dan andal.
Namun, harapan tersebut kembali diuji pada Jumat, 23 Mei 2025, ketika sistem Coretax mengalami gangguan teknis yang menghambat akses wajib pajak terhadap layanan digital.
Gangguan ini bukan kejadian pertama, melainkan bagian dari pola berulang yang telah terjadi selama beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Persib vs Persis Solo: Marc Klok Ingin Selesaikan Musim dengan Senyuman
Coretax: Harapan dan Realita Digitalisasi Pajak
Coretax, singkatan dari Core Tax Administration System, adalah sistem terpadu yang dikembangkan sebagai bagian dari reformasi perpajakan jangka panjang. Sistem ini dirancang untuk menggantikan berbagai platform lama seperti e-Filing, e-Billing, dan e-Registration, dengan tujuan menciptakan layanan perpajakan yang:
- Mudah diakses oleh pengguna dari berbagai latar belakang,
- Andal dalam menjalankan fungsinya secara konsisten,
- Terintegrasi dalam satu ekosistem,
- Akurat dalam pemrosesan data perpajakan, serta
- Pasti dalam menjamin ketersediaan dan stabilitas layanan.
Namun demikian, sejak implementasi bertahap pada awal 2024, Coretax telah menghadapi berbagai hambatan teknis yang mengganggu tujuan awal tersebut.
Keluhan Wajib Pajak yang Kian Meningkat
Gangguan yang terjadi pada 23 Mei 2025 mencuat ke permukaan melalui media sosial, khususnya platform X (sebelumnya Twitter).
Banyak wajib pajak mengeluhkan kegagalan akses dengan pesan error “An Error Occurred”. Cuitan seperti “Coretax error mulu, kayak nggak ada ujungnya” dan “Udah lima bulan, tetap error juga” menggambarkan frustrasi publik.
Beberapa wajib pajak menyatakan bahwa gangguan terjadi saat mereka sedang dalam proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) atau registrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan kegiatan penting dan seringkali berbatas waktu. Hal ini menyebabkan kerugian baik secara emosional maupun administratif.
Respons Direktorat Jenderal Pajak: Permintaan Maaf dan Solusi Sementara
Menanggapi membanjirnya keluhan, Direktorat Jenderal Pajak melalui akun resmi layanan pelanggan segera mengeluarkan permintaan maaf. Selain itu, pihak DJP memberikan beberapa langkah mitigasi teknis yang dapat dicoba oleh pengguna:
- Menghapus cache dan cookies pada browser,
- Menggunakan mode penyamaran (incognito),
- Mencoba browser alternatif,
- Mengakses layanan kembali secara berkala.
Ditjen Pajak juga menyarankan penggunaan layanan alternatif seperti:
- Kring Pajak 1500200
- Live Chat di situs pajak.go.id
- Permohonan tertulis ke KPP terdekat
Meski demikian, laporan pengguna menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut belum cukup menyelesaikan akar permasalahan. Banyak wajib pajak tetap gagal mengakses sistem bahkan setelah melakukan berbagai upaya.
Masalah di Hulu: Gangguan Infrastruktur atau Beban Sistem?
Fakta bahwa gangguan tetap terjadi meski pengguna telah mengganti perangkat dan browser menimbulkan dugaan bahwa penyebab utama berasal dari sisi server atau infrastruktur sistem Coretax.
Besarnya beban akses, potensi bug dalam perangkat lunak, serta kurangnya uji stres (stress testing) yang memadai diduga berkontribusi terhadap masalah ini.
Sebagai sistem yang menjadi tulang punggung digitalisasi perpajakan nasional, Coretax seharusnya memiliki tingkat kesiapan tinggi dalam menghadapi lonjakan trafik.
Namun, insiden berulang menunjukkan adanya celah pada manajemen sistem dan pemeliharaan teknologi informasi yang digunakan oleh DJP.
Ketiadaan Jadwal Perbaikan: Menambah Ketidakpastian
Salah satu kritik utama dari masyarakat adalah minimnya komunikasi dari DJP terkait waktu pemulihan sistem. Tidak adanya pemberitahuan resmi mengenai jadwal pemeliharaan sistem ataupun estimasi perbaikan menjadi titik lemah dalam manajemen krisis.
Ketidakpastian ini memunculkan spekulasi, keresahan, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan digital.
Beberapa praktisi pajak dan pelaku usaha menyampaikan harapan agar pemerintah lebih terbuka dan transparan dalam menyampaikan kondisi sistem.
Transparansi dinilai penting tidak hanya untuk menenangkan masyarakat, tetapi juga sebagai bentuk akuntabilitas lembaga publik.
Implikasi Jangka Panjang terhadap Reputasi dan Kepatuhan Pajak
Digitalisasi seharusnya meningkatkan kepatuhan dan efisiensi administrasi pajak. Namun, gangguan berulang seperti yang dialami Coretax justru dapat menimbulkan efek sebaliknya penurunan kepercayaan, keterlambatan pelaporan, dan potensi penurunan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Dalam jangka panjang, reputasi Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga yang modern dan responsif juga bisa terancam apabila sistem digital yang digunakan terus-menerus bermasalah tanpa penyelesaian struktural yang memadai.
Urgensi Audit dan Evaluasi Sistem Coretax
Melihat urgensi situasi ini, pemerintah perlu melakukan langkah strategis berupa:
- Audit menyeluruh terhadap infrastruktur dan perangkat lunak Coretax,
- Peningkatan kapasitas sistem untuk menghadapi lonjakan trafik,
- Penyusunan protokol respons darurat dan komunikasi krisis,
- Pengembangan versi mobile atau alternatif layanan offline sementara.
Evaluasi eksternal yang melibatkan ahli independen juga diperlukan untuk memastikan bahwa sistem ini benar-benar dapat diandalkan ke depannya.
Coretax adalah langkah maju dalam digitalisasi perpajakan Indonesia, namun tanpa infrastruktur yang kuat dan komunikasi yang transparan, upaya ini berisiko mengalami kemunduran.
Pemerintah, khususnya DJP, perlu menunjukkan komitmen penuh terhadap perbaikan teknis dan pelayanan publik agar sistem ini benar-benar bisa menjadi solusi jangka panjang, bukan sumber frustrasi baru bagi masyarakat.