POSKOTA.CO.ID - Pada pertengahan Mei 2025, publik dikejutkan dengan temuan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah. Grup ini memuat konten pornografi yang mengangkat fantasi inses (hubungan sedarah), sebuah tema yang tidak hanya melanggar norma kesusilaan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum di Indonesia.
Setelah laporan dari masyarakat dan patroli siber intensif oleh kepolisian, pihak berwajib berhasil mengamankan enam orang pria yang diduga terlibat dalam pendirian dan pengelolaan grup tersebut. Salah satu dari mereka diketahui merupakan admin utama.
Baca Juga: Gratis Skin dan Bundle! Tukarkan Kode Redeem FF Hari Ini 23 Mei 2025 Sebelum Hangus
Tersangka Utama: MR, Pembuat Grup Fantasi Sedarah
Tersangka utama dalam kasus ini adalah pria berinisial MR. Ia ditangkap pada Senin malam, 19 Mei 2025, sekitar pukul 20.00 WIB di wilayah Provinsi Jawa Barat.
MR mengakui bahwa ia adalah pembuat grup tersebut, yang didirikan sejak Agustus 2024. Lebih mencengangkan, motif MR dalam membuat grup itu adalah demi memenuhi fantasi seksual pribadinya.
Penyidik menemukan bukti berupa foto dan video bermuatan pornografi di dalam ponsel MR. Materi tersebut sebagian besar adalah hasil unggahan di grup yang ia kelola sendiri.
Peran dan Motif Para Tersangka Lain
Selain MR, lima pria lain juga diamankan oleh pihak berwenang karena keterlibatan mereka dalam grup yang sama:
- DK: Salah satu anggota paling aktif. Ia menggunakan grup untuk mencari keuntungan ekonomi. Konten-konten asusila yang ia unggah dijual dengan harga bervariasi antara Rp50.000 hingga Rp100.000.
- MS: Menggunakan akun Facebook dengan nama samaran Lukas. Belum banyak informasi yang dirilis mengenai identitas lengkapnya.
- MJ, MA, KA: Masing-masing beroperasi dengan nama akun berbeda. MA menggunakan nama akun Rajawali, sementara KA dikenal dengan akun Temon-temon.
DK sendiri menggunakan dua akun Facebook, yakni Ranta Talisya dan Alesa Bafon, untuk menyebarkan dan menjual konten. Mereka secara aktif memanfaatkan algoritma media sosial untuk memperluas jangkauan konten terlarang tersebut.
Konferensi Pers dan Bukti-Bukti
Pada Rabu, 21 Mei 2025, kepolisian menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus ini. Keenam tersangka dihadirkan ke hadapan media.
Dalam kesempatan itu, ditampilkan pula sejumlah barang bukti berupa tangkapan layar unggahan di grup, foto, dan video yang diunduh dari perangkat tersangka.
Salah satu akun TikTok yang mengunggah kompilasi bukti adalah @hendriaprila, yang videonya kini viral di berbagai platform digital. Hal ini menunjukkan betapa cepat dan luasnya dampak penyebaran informasi di era media sosial.
Sanksi Hukum dan Pasal yang Dikenakan
Keenam pelaku dijerat pasal berlapis, di antaranya:
- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 27 Ayat (1) tentang distribusi konten pornografi.
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang mengatur larangan produksi, penyebaran, dan penyimpanan materi pornografi.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 282 tentang kesusilaan di ruang publik digital.
Jika terbukti bersalah, para pelaku dapat dikenakan hukuman penjara maksimal hingga 15 tahun.
Baca Juga: Promo Diskon Listrik PLN 50 Persen Mei 2025, Cek Syarat dan Cara Dapat Potongan Harga
Reaksi Publik
Kasus ini menuai respons keras dari masyarakat luas. Banyak warganet mengecam keras tindakan para tersangka yang dianggap tidak hanya menyimpang secara moral, tetapi juga mencederai nilai-nilai sosial dan budaya bangsa.
Pemerintah, melalui Kominfo dan lembaga perlindungan anak, juga didesak untuk memperketat pengawasan terhadap grup-grup privat di media sosial yang kerap luput dari pantauan umum.
Sebagai platform tempat beredarnya grup Fantasi Sedarah, Facebook (Meta) turut disorot. Meski memiliki kebijakan ketat soal konten seksual, nyatanya grup ini bisa eksis selama berbulan-bulan tanpa terdeteksi.
Fenomena ini kembali membuktikan bahwa media sosial dapat menjadi wadah subur bagi penyimpangan apabila tidak ada pengawasan ketat dari penyedia platform dan pihak berwenang.
Kepada Meta Indonesia, publik mendesak adanya peningkatan sistem moderasi dan pelaporan konten, terutama terhadap grup-grup tertutup yang cenderung dimanfaatkan untuk aktivitas ilegal.
Kasus grup Fantasi Sedarah bukan hanya tentang individu yang menyimpang, melainkan cerminan dari tantangan hukum, teknologi, dan etika di dunia digital saat ini. Penyimpangan seksual, ketika difasilitasi oleh teknologi tanpa kontrol, dapat berubah menjadi kejahatan yang masif dan sistematis.
Penanganan kasus ini menegaskan pentingnya sinergi antara masyarakat, aparat penegak hukum, dan penyedia platform untuk menciptakan ruang digital yang sehat dan aman. Literasi digital harus dijadikan prioritas pendidikan, dan pelanggaran hukum harus ditindak tegas sebagai bentuk perlindungan terhadap moral publik.