POSKOTA.CO.ID - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali membuat kebijakan baru yang menyentuh dunia pendidikan. Kali ini, ia melarang pelajar yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) menggunakan sepeda motor ke sekolah.
Aturan ini mulai berlaku sejak Jumat 2 Mei 2025 melalui Surat Edaran resmi dari pemerintah provinsi. Kebijakan ini muncul tak lama setelah wacananya mengirim siswa bermasalah ke barak militer menuai kritik tajam dari berbagai pihak.
Larangan penggunaan motor dinilai sebagai upaya untuk meningkatkan kedisiplinan sekaligus mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas di kalangan pelajar.
Namun, aturan ini juga memicu pertanyaan tentang kesiapan infrastruktur transportasi umum di Jawa Barat. Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan UU Lalu Lintas dan bertujuan mendorong gaya hidup lebih sehat.
"Peserta didik yang belum cukup umur dilarang menggunakan kendaraan bermotor, serta mengoptimalkan penggunaan angkutan umum," bunyi surat edaran tersebut.
Namun, pengecualian diberikan bagi siswa di daerah terpencil yang kesulitan mengakses transportasi umum.
Larangan Motor dan Pengecualian untuk Daerah Terpencil
Dalam surat edaran, disebutkan:
"Peserta didik yang belum cukup umur dilarang menggunakan kendaraan bermotor, serta mengoptimalkan penggunaan angkutan umum. Atau berjalan kaki dengan jangkauan sesuai dengan kemampuan fisik peserta didik."
Namun, kebijakan ini tidak berlaku mutlak. Pelajar di daerah terpencil diberikan dispensasi dengan pertimbangan akses transportasi yang terbatas.
"Untuk peserta didik di daerah terpencil, diberikan toleransi sebagai upaya untuk memudahkan daya jangkau peserta didik dari rumah menuju ke sekolah," tambah surat tersebut.
Dasar aturan ini merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang mewajibkan pengendara motor memiliki SIM.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Klaim Program Didik Siswa Bermasalah di Barak Militer Tak Langgar HAM
Pro-Kontra Kebijakan Sebelumnya: Siswa Bermasalah Dikirim ke Barak
Kebijakan larangan motor ini muncul setelah Dedi Mulyadi mendapat sorotan akibat rencana kontroversialnya, mengirim siswa SMA/SMK bermasalah ke barak militer untuk pembinaan.
Gagasan tersebut langsung memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, DPR RI, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menegaskan bahwa pendidikan sipil bukan wewenang militer. "Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," ujarnya.
Atnike menambahkan, kunjungan ke barak militer boleh dilakukan jika bertujuan edukasi karier, tetapi bukan untuk pelatihan ala militer.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyatakan: "Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah."
Baca Juga: Viral Rani Permata Minta Dedi Mulyadi Jemput Suami ke Barak Milter, Diky Chandra Bakal Dibina?
Respons Publik dan Masa Depan Kebijakan
Kebijakan larangan motor dinilai lebih realistis dibanding wacana pembinaan di barak militer. Namun, implementasinya tetap memerlukan evaluasi, terutama terkait ketersediaan angkutan umum dan keamanan pelajar yang berjalan kaki.
Dedi Mulyadi belum memberikan klarifikasi lebih lanjut apakah rencana "siswa bermasalah ke barak" akan tetap dilanjutkan.
Yang jelas, langkah terbarunya ini kembali mengundang diskusi publik tentang peran pemerintah dalam menangani persoalan pendidikan dan kedisiplinan pelajar.