POSKOTA.CO.ID – Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Panjaitan, melontarkan pernyataan kontroversial terhadap kelompok yang mengajukan petisi pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam acara di Balai Kartini, Jakarta, Selasa 6 Mei 2025, Luhut menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ketidaktaatan terhadap konstitusi.
Pernyataan ini menuai sorotan luas, terutama karena diarahkan kepada sejumlah tokoh senior, termasuk purnawirawan TNI.
Salah satu penggagas petisi adalah Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Baca Juga: Sah! PDIP Pecat Jokowi, Gibran, dan Bobby
Pengamat politik dan jurnalis senior, Hersubeno Arief, dalam tayangan menyatakan keprihatinan mendalam terhadap pernyataan tersebut.
Ia menyebut bahwa pernyataan Luhut telah melampaui batas kewajaran dalam wacana publik.
"Saya betul-betul tidak habis pikir. Apa yang terjadi dengan Pak Luhut Panjaitan ini? Apakah karena dia membela membabi buta terhadap Jokowi, dan sekarang kepada anaknya, sehingga kemudian dia sampai berani melanggar tabu besar?" ujar Hersubeno Arief pada Rabu, 7 Mei 2025, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Hersubeno Point.
Menurutnya, pernyataan kasar seperti itu tidak sepantasnya ditujukan kepada para purnawirawan yang ia sebut sebagai patriot bangsa.
Baca Juga: Kunjungi Korban Kebakaran Kemayoran, Wapres Gibran Intruksikan Ini
“Ini betul-betul diksi yang, saya tahu, sering digunakan oleh Pak Luhut. Tapi ketika diterapkan kepada tokoh-tokoh senior seperti Pak Try dan kawan-kawan, saya kira ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Luhut juga menyebut pihak penggagas pemakzulan sebagai "kampungan", yang turut menuai kritik dari berbagai pihak karena dianggap tidak menunjukkan sikap kenegarawanan.
Dalam konteks demokrasi, pengajuan petisi kepada MPR merupakan salah satu bentuk partisipasi warga negara yang dilindungi oleh konstitusi.
Penilaian atas sikap “tidak taat konstitusi” terhadap penggagasnya justru dinilai sejumlah pengamat sebagai bentuk penyempitan ruang demokrasi.