BANJARBARU, POSKOTA.CO.ID - Seorang prajurit TNI Angkatan Laut berpangkat Kelasi Satu, bernama Jumran, menjalani sidang perdana di Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin pada Senin, 6 Mei 2025.
Sidang tersebut terkait dugaan pembunuhan terhadap seorang jurnalis muda asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, bernama Juwita berusia 23 tahun.
Baca Juga: Berkas Perkara Pembunuhan Jurnalis Perempuan oleh Prajurit TNI AL Dilimpahkan ke Odmil
Dalam pembacaan surat dakwaan oleh Kepala Oditurat Militer (Odmil) III-15 Banjarmasin, Letkol CHK Sunandi, terungkap bahwa sebelum peristiwa tragis itu terjadi, terdakwa sempat merayu korban dengan kata-kata manis agar korban bersedia berhubungan intim dengannya.
“Terdakwa menjemput korban menggunakan mobil sewaan dan membujuk korban dengan sikap mesra, hingga korban bersandar di bahu terdakwa. Semua itu dilakukan agar korban tidak curiga terhadap niat jahat yang telah direncanakan,” ujar Letkol Sunandi dalam membacakan dakwaan.
Dari dakwaan tersebut diketahui bahwa setelah melakukan hubungan terlarang di dalam mobil, Jumran sempat berkeliling di sekitar kawasan perkantoran Gubernur Kalimantan Selatan untuk mencari lokasi yang aman guna melancarkan aksinya.
Namun, karena situasi di sekitar area tersebut dianggap terlalu ramai, terdakwa kemudian membawa korban ke Jalan Trans Gunung Kupang, Kelurahan Cempaka, Banjarbaru.
Saat kondisi sepi, mobil dihentikan di pinggir jalan. Ketika korban bertanya alasan berhenti di lokasi itu, terdakwa tanpa banyak bicara langsung melancarkan serangan.
Baca Juga: TNI AL Beberkan Motif Prajurit Jumran Habisi Nyawa Jurnalis Juwita
Modus yang digunakan pelaku adalah dengan menyuruh korban berpindah ke kursi belakang mobil, kemudian mencekik leher korban dengan kedua tangan hingga korban tak berdaya.
Setelah memastikan korban meninggal, Jumran memindahkan jenazah ke luar kendaraan, lalu menyusun skenario seolah-olah korban mengalami kecelakaan tunggal bersama sepeda motornya.
Selain itu, ponsel milik korban turut dihancurkan untuk menghilangkan jejak. Motif di balik tindakan keji ini diduga karena terdakwa enggan bertanggung jawab setelah hubungan mereka diketahui pihak keluarga korban.
Kasus ini masih terus bergulir di pengadilan militer, dan menjadi perhatian publik di Kalimantan Selatan, terutama di kalangan jurnalis yang mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.