POSKOTA.CO.ID - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi meluncurkan program pendidikan kedisiplinan di barak militer yang tidak hanya menyasar pelajar bermasalah, tetapi juga orang dewasa dengan perilaku menyimpang.
Program ini bertujuan membentuk karakter dan keterampilan melalui pendekatan militer, namun menuai pro dan kontra.
Namun mengirim siswa dan orang dewasa yang dinilai ‘bermasalah’ ke barak militer ini menimbulkan pro dan kontra.
Kontroversi dari kebijakan ini pun disoroti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Dedi menyebutkan niat mengirim orang dewasa ke barak militer ini bagi yang tidak bisa ditindak dengan pidana, semisal yang senang mabuk-mabukan, rusuh bahkan meninggalkan keluarganya.
“Misal kerjanya mabuk atau geng di jalanan. Nanti di jaring dan diserahkan ke Kodam III untuk di didik,” ucapnya.
Dedi menilai jika orang dewasa yang dimasukkan dalam program ini akan diberikan pendidikan seperti pertanian, perikanan serta proyek-proyek pembangunan pemerintah provinsi Jabar (Pemprov Jabar).
“Nanti ada proyek provinsi semisal pembuatan jalan, irigasi, bangunan. Sekarang banyak bangunan sekolah. Mereka akan dikoordinasikan dengan kontraktor dan menjadi karyawan,” kata Dedi.
Baca Juga: Menteri HAM Menilai Program Pembinaan Karakter Siswa di Barak Ala Dedi Mulyadi Tidak Langgar HAM
“Gajinya diserahkan ke keluarga agar tidak disalahgunakan, pelaksanaannya dalam pengawasan TNI,” sambungnya.
Kontroversi Kebijakan Kirim Orang “Bermasalah” ke Barak Militer
Kebijakan ini menuai kontroversi, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyebutkan bahwa TNI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pendidikan sipil atau kewarganegaraan baik terhadap siswa atau orang dewasa.
“Kewenangan TNI bukan untuk melakukan edukasi sipil. Hal itu mungkin perlu ditinjau kembali. Apa maksud dari rencana itu,” ucap Atnike.
Sementara anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana menilai tak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara militer.
Bonnie mengatakan jika rencana mengirim orang dewasa atau siswa ke barak militer perlu dikaji lebih matang sebelum penerapan.
“Tak semua masalah harus diselesaikan tentara, termasuk soal siswa bermasalah,” ungkapnya.
“Membangun karakter siswa tak tepat dilakukan dengan cara militer. Perlu ada penanganan secara holistik dengan memahami kondisi lingkungan dan keluarga,” pungkasnya.