POSKOTA.CO.ID - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memperkenalkan sebuah pendekatan baru dalam menangani kenakalan remaja: pembinaan di barak militer.
Program ini menyasar siswa-siswa yang teridentifikasi melakukan tindakan indisipliner, mulai dari tawuran, bolos sekolah, hingga perilaku yang mengarah pada kekerasan.
Langkah ini langsung menjadi sorotan nasional. Sebagian pihak menyambut baik karena dinilai mampu menanamkan kedisiplinan dan tanggung jawab, namun tidak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran akan dampak psikologis dan metode pendekatan yang dinilai terlalu keras bagi anak-anak usia sekolah.
Meningkatnya Kenakalan Remaja di Jawa Barat
Dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Barat mengalami peningkatan signifikan dalam kasus kenakalan remaja. Fenomena tawuran antar pelajar, pembully-an, penyalahgunaan media sosial, hingga tindak kriminal seperti pembunuhan, menjadi perhatian utama pemerintah daerah.
Menurut Dedi Mulyadi, banyak dari kasus ini berakhir dengan penyelesaian kekeluargaan yang dianggap kurang memberi efek jera. Ia menilai perlunya pendekatan yang lebih tegas namun terukur agar generasi muda tidak kehilangan arah.
“Secara umum banyak diselesaikan dengan proses kekeluargaan, akhirnya dikembalikan kepada orang tuanya,” ujar Dedi Mulyadi dalam sebuah pernyataan di akun Instagram resminya, @dedimulyadi71.
Konsep Program Barak Militer
Program ini pada dasarnya bukanlah hukuman, melainkan bentuk pembinaan intensif dalam lingkungan militer. Para pelajar akan menjalani pelatihan karakter yang mengedepankan kedisiplinan, kepemimpinan, tanggung jawab, serta pembinaan moral dan etika.
Dedi Mulyadi menyebut program ini sebagai bentuk “pemulihan karakter nasional” yang menyasar generasi muda sebagai penjaga masa depan bangsa.
“Ini bukan hanya soal kenakalan remaja, tapi ini soal ketahanan bangsa,” tegasnya.
Kegiatan di Barak: Lebih dari Sekadar Latihan Fisik
Dalam program ini, siswa-siswa tidak hanya diberikan latihan baris-berbaris atau olahraga fisik. Mereka juga menjalani sesi konseling, pendidikan nilai, serta pelatihan keterampilan yang relevan untuk kehidupan sehari-hari.
Bahkan, saat Dedi Mulyadi melakukan kunjungan langsung ke salah satu barak pembinaan yang bekerja sama dengan Kostrad, ia menyebut bahwa para siswa terlihat antusias dan gembira mengikuti program.
“Mereka gembira banget,” ujar KDM (sapaan akrab Dedi Mulyadi) saat diwawancarai media lokal.
Respons Publik: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Program ini langsung memicu perdebatan luas di tengah masyarakat. Kalangan orang tua yang resah dengan perilaku anak-anak mereka banyak yang menyambut positif.
Mereka menganggap bahwa pendidikan karakter di barak militer bisa menjadi “wake-up call” bagi anak-anak yang mulai kehilangan arah.
Namun di sisi lain, berbagai lembaga perlindungan anak dan psikolog pendidikan mengingatkan agar pendekatan ini tidak melanggar hak anak atau menimbulkan trauma psikologis.
Mereka menilai bahwa pendekatan pendidikan harus tetap mengedepankan prinsip partisipatif dan rehabilitatif, bukan semata koersif.
Polemik: Kritik Terhadap Keterlibatan Militer dalam Pendidikan Sipil
Keterlibatan institusi militer, khususnya Kostrad, dalam program ini turut memantik diskusi lanjutan mengenai peran militer dalam dunia pendidikan.
Sejumlah pengamat menyarankan evaluasi berkala atas efektivitas dan dampak program, serta perlunya batasan yang jelas antara pembinaan karakter dan praktik militerisasi pendidikan.
Namun KDM menegaskan bahwa program ini tidak bertujuan untuk menjadikan siswa sebagai tentara, melainkan membentuk kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab.
Dimensi Ketahanan Sosial dan Nasional
Dalam pandangan Dedi Mulyadi, kenakalan remaja tidak hanya berdampak pada individu atau lingkungan sekolah, tetapi telah menyentuh ranah sosial yang lebih luas.
Ia menilai bahwa fenomena ini berpotensi melemahkan ketahanan sosial dan nasional jika tidak ditangani secara sistemik.
Program ini, menurutnya, adalah salah satu bentuk intervensi negara untuk menyelamatkan generasi muda dari kehancuran moral dan disorientasi nilai.
Pengawasan dan Evaluasi Program
Gubernur Dedi Mulyadi memastikan bahwa program ini tidak dibiarkan berjalan sendiri tanpa pengawasan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama pihak militer dan dinas pendidikan telah merancang sistem monitoring dan evaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas dan kepatuhan terhadap prinsip perlindungan anak.
Evaluasi ini juga mencakup feedback dari para siswa, orang tua, serta tenaga pembina agar program ini dapat berkembang lebih baik dan adaptif terhadap kebutuhan remaja.
Langkah ke Depan: Perluasan atau Koreksi?
Setelah uji coba awal yang berjalan di beberapa lokasi, muncul wacana untuk memperluas cakupan program ini ke lebih banyak sekolah dan wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat. Namun, ekspansi ini masih bergantung pada hasil evaluasi dan respons masyarakat.
KDM menyatakan terbuka terhadap masukan dan koreksi yang membangun. Ia menegaskan bahwa tujuan utama adalah menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga matang secara emosional dan tangguh secara moral.
Program barak militer untuk pelajar bermasalah di Jawa Barat adalah bentuk inovasi pendidikan karakter yang berani dan kontroversial.
Dengan menempatkan siswa dalam lingkungan disiplin tinggi, pemerintah berharap dapat meredam gelombang kenakalan remaja yang makin meresahkan.
Namun, seperti setiap kebijakan yang menyentuh ranah psikologis dan sosial, diperlukan evaluasi menyeluruh serta keterlibatan semua pemangku kepentingan, mulai dari pendidik, orang tua, hingga psikolog dan pakar hak anak. Hanya dengan pendekatan komprehensif dan terbuka terhadap kritik, program ini dapat menjawab tantangan zaman sekaligus tetap menjunjung hak-hak peserta didik.