POSKOTA.CO.ID - Saat ini kemudahan akses pinjaman melalui platform fintech peer-to-peer (P2P) lending, muncul tantangan serius terkait praktik penagihan utang.
Nasabah pinjaman online (pinjol) yang mengalami gagal bayar atau default menjadi sasaran utama penagihan agresif, bahkan dalam sejumlah kasus sampai ke ranah intimidasi dan teror.
Regulasi resmi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur batasan dalam proses penagihan utang. Namun, implementasi di lapangan sering kali menimbulkan keresahan publik.
Realitas Penagihan: Teror dan Tekanan Psikologis
Bagi nasabah pinjol yang gagal bayar (sering disebut “galbay”), proses penagihan sering kali tidak hanya sekadar pengingat pembayaran. Banyak laporan menyebutkan bahwa debt collector atau pihak ketiga yang diberi kuasa oleh penyelenggara pinjol melakukan pendekatan yang menekan secara psikologis, bahkan merambah ke ranah privasi dan reputasi.
Baca Juga: Rumor Transfer Persib Bandung: Sudah Deal Lisan, Tyronne del Pino Hengkang ke Klub Ini Musim Depan
Penagihan bisa terjadi terus-menerus setiap hari, melalui pesan singkat, telepon, bahkan kunjungan langsung ke rumah nasabah.
Parahnya, ancaman tidak hanya dialamatkan kepada debitur saja, melainkan juga kepada kontak darurat atau nomor-nomor yang ada di daftar kontak ponsel nasabah. Hal ini menjadi praktik yang melanggar etika dan berpotensi menimbulkan trauma bagi korban.
Regulasi OJK soal Tenggat Penagihan dan Jalur Hukum
Meski Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan No. 10/POJK.05/2022, beleid tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit batas waktu maksimal penagihan, misalnya selama 90 hari, setelah itu dianggap hangus.
Faktanya, meski utang sudah lebih dari 3 bulan, kewajiban membayar tidak gugur. Perusahaan penyelenggara pinjol tetap memiliki hak menagih utang dan bahkan dapat menempuh jalur hukum apabila diperlukan.
Utang yang tidak dibayar dalam jangka panjang akan dilaporkan ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, yang berdampak pada riwayat kredit nasabah.
Dengan catatan buruk ini, nasabah akan kesulitan untuk mengakses fasilitas keuangan lainnya, baik dari pinjol resmi maupun lembaga keuangan perbankan.
Selain itu, bunga pinjaman juga akan terus berjalan. Berdasarkan ketentuan terbaru OJK, bunga maksimal pinjaman konsumtif adalah 0,4% per hari untuk tenor kurang dari 30 hari.
Sedangkan untuk pinjaman produktif, bunga yang dikenakan berkisar antara 12% hingga 24% per tahun. Dalam konteks ini, gagal bayar selama 90 hari tentu akan memperparah akumulasi bunga dan denda.
Perlindungan Konsumen dalam Penagihan: POJK Nomor 22 Tahun 2023
Menanggapi banyaknya aduan mengenai praktik penagihan yang mengintimidasi, OJK kemudian mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023, yang di dalamnya terdapat Pasal 62 yang menegaskan bahwa penyelenggara jasa keuangan wajib memastikan penagihan dilakukan sesuai norma masyarakat dan peraturan perundang-undangan.
Penagihan tidak boleh dilakukan dengan cara mempermalukan konsumen, menggunakan kekerasan verbal atau fisik, ataupun meneror secara terus-menerus. Bahkan, terdapat batasan waktu dan lokasi penagihan. Penagihan hanya boleh dilakukan:
- Pada hari Senin hingga Sabtu
- Pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat
- Tidak pada hari libur nasional
- Hanya di alamat domisili atau alamat penagihan yang disepakati
Di luar waktu dan tempat tersebut, penagihan hanya boleh dilakukan apabila ada persetujuan dari konsumen. Hal ini menjadi fondasi perlindungan hukum bagi nasabah agar terbebas dari tekanan psikis maupun pelanggaran privasi.
Baca Juga: Sudah Bayar Lunas Pinjol tapi Masih Diteror? Ini Solusi yang Bisa Dilakukan
Peran dan Tanggung Jawab Nasabah
Dalam pernyataan resminya, Friderica Widyasari Dewi, selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen, menekankan pentingnya sikap bertanggung jawab dari masyarakat sebagai debitur.
Menurutnya, perlindungan konsumen harus diiringi dengan komitmen nasabah untuk menyelesaikan kewajiban.
Friderica mengingatkan bahwa solusi terbaik untuk menghindari tekanan dari debt collector adalah dengan membayar utang tepat waktu atau mengajukan restrukturisasi apabila menghadapi kendala keuangan.
Nasabah diharapkan proaktif berkomunikasi dengan pihak penyelenggara pinjol dan tidak lari dari tanggung jawab.
Namun, dia juga menekankan bahwa keputusan akhir mengenai restrukturisasi tetap berada di tangan perusahaan keuangan. Oleh karena itu, proses negosiasi harus dilakukan secara terbuka dan dengan iktikad baik dari kedua belah pihak.
OJK Tidak Lindungi Konsumen Nakal
Dalam banyak kasus, OJK kerap menerima aduan dari masyarakat terkait ancaman debt collector. Namun, OJK juga secara tegas menyatakan tidak akan memberikan perlindungan kepada konsumen yang memang tidak beritikad baik dalam menyelesaikan utang.
Konsumen yang sejak awal berniat menghindar atau melakukan pinjaman secara tidak bertanggung jawab juga dapat dikenakan sanksi.
Dengan demikian, aspek etika, kejujuran, dan komunikasi menjadi komponen kunci dalam membangun hubungan antara nasabah dan penyelenggara layanan pinjol.