Tak hanya perempuan yang harus diberi pelatihan, perusahaan pinjol legal juga perlu diwajibkan menjalankan seleksi ketat. (Sumber: Pinterest)

EKONOMI

Fakta Mengejutkan! Ini Alasan Perempuan Lebih Sering Terjerat Pinjol

Jumat 02 Mei 2025, 07:07 WIB

POSKOTA.CO.ID - Maraknya penggunaan pinjaman online (pinjol) di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan perempuan yang menjadi kelompok paling rentan.

Data menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya menjadi pengguna terbanyak, namun juga menghadapi dampak psikologis, sosial, hingga ekonomi yang signifikan akibat praktik pinjol baik legal maupun ilegal.

Baca Juga: Ekslusif! 10 Akun FF Sultan Terbaru Mei 2025, Ada Bundle Legendari Free Fire Gratis

Mirah dan Kisah Dua Tahun Berjuang Melunasi Pinjol

Melansir dari berbagai sumber, setelah dua tahun bergelut dengan empat aplikasi pinjol, Mirah (43) bukan nama sebenarnya akhirnya tinggal menyisakan satu utang terakhir sebesar Rp18 juta.

Ibu rumah tangga asal Jakarta Selatan ini awalnya menggunakan pinjol untuk mencukupi kebutuhan harian, terutama ketika gaji bulanan belum masuk.

Namun dalam perjalanannya, ia turut menanggung beban keluarga, terutama saudara yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Selama dua tahun saya gunakan empat aplikasi pinjol berbeda, hanya untuk membantu keluarga dan diri saya. Tapi saya tidak cerita ke siapa pun karena merasa masih mampu mengatur,” ungkap Mirah melalui sambungan telepon, Selasa (29/4/2025).

Tiga dari empat pinjaman tersebut berhasil dilunasi pada 2024, berkat bantuan mediator keuangan. Mediator ini berperan penting dalam merundingkan skema pelunasan, memberikan konseling stres, hingga melindunginya dari teror penagih utang.

Meskipun semua aplikasi yang digunakan Mirah legal dan terdaftar di OJK, praktik penagihan tetap penuh tekanan.

“Mulai dari kata-kata kasar, diancam dibunuh lewat SMS. Saya selalu lapor ke mediator jika menerima ancaman,” ujar Mirah.

Ia pun menyimpan tangkapan layar pesan-pesan teror dan melaporkannya ke OJK serta badan siber Polri. Meski tidak selalu ditindaklanjuti, pelaporan menjadi bentuk perlawanan dan perlindungan diri.

Perempuan dan Jeratan Pinjol: Sebuah Tren Nasional

Mirah hanyalah satu dari jutaan perempuan yang terjerat pinjaman online. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2025, terdapat 11,7 juta nasabah perempuan dalam layanan pinjol melampaui jumlah nasabah laki-laki sebanyak 11,5 juta.

Tak hanya jumlahnya yang dominan, nilai pinjaman perempuan pun lebih besar: Rp39,8 triliun dibandingkan laki-laki yang hanya Rp34,2 triliun.

Tren ini telah terjadi sejak 2022 dan menunjukkan bahwa persoalan pinjol bagi perempuan bukan sekadar masalah personal, melainkan fenomena struktural yang perlu ditangani serius.

Faktor Pendorong Perempuan Gunakan Pinjol

Menurut Mike Rini, perencana keuangan sekaligus CEO MRE Financial & Business Advisory, ada beberapa faktor yang membuat perempuan lebih rentan terhadap pinjol. Di wilayah perkotaan, beban hidup yang tinggi, kemudahan akses aplikasi, serta tekanan sosial menjadi penyebab utama.

“Perempuan merasa harus mendukung keluarganya secara finansial. Ada ekspektasi sosial yang membuat mereka mencari alternatif cepat saat darurat keuangan,” ujar Mike.

Situasi ekonomi yang tidak stabil, kehilangan pekerjaan, atau menurunnya pendapatan turut menjadi pemicu. Ironisnya, sebagian perempuan tidak menyadari besarnya bunga pinjol akibat ketidaktahuan terhadap struktur biaya yang tidak transparan.

Pinjol di Desa: Minim Literasi, Tinggi Risiko

Berbeda dengan di kota, perempuan di pedesaan umumnya terjebak karena paparan iklan dan kurangnya akses ke sumber pinjaman formal. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan tidak menyadari telah menjadi debitur karena proses pencairan dana dilakukan secara sepihak.

“Bahkan ada yang belum menyetujui apa-apa, tahu-tahu uang masuk. Akhirnya mereka terikat pinjaman secara otomatis,” jelas Mike.

Minimnya akses terhadap produk keuangan formal dan ramah membuat perempuan desa menjadi sasaran empuk pinjol berbiaya tinggi. Mereka tidak memiliki banyak pilihan selain menerima penawaran yang merugikan.

Perempuan Sebagai Tulang Punggung Keluarga

Fenomena “female breadwinner” atau perempuan pencari nafkah utama kini kian menonjol. Berdasarkan publikasi “Cerita Data Statistik untuk Indonesia” edisi Maret 2025, sebanyak 14,37% buruh Indonesia pada 2024 adalah perempuan yang menjadi penopang utama ekonomi keluarga.

Pekerjaan utama mereka umumnya adalah usaha perorangan yang tidak dilengkapi jaminan sosial maupun kesehatan. Akibatnya, beban finansial yang ditanggung menjadi ganda.

“Bahkan ibu-ibu yang bukan pencari nafkah utama tetap dituntut mencari uang tambahan untuk biaya sekolah anak. Termasuk biaya-biaya tidak terduga seperti tur sekolah,” ujar Mike.

Tekanan Sosial dan Norma Gender

Tekanan sosial juga menjadi pemicu penting. Perempuan cenderung merasa harus menjaga citra sosial di masyarakat. Kebutuhan sosial seperti pakaian, arisan, hingga tuntutan gaya hidup, menambah tekanan finansial yang mereka tanggung.

“Norma sosial membuat perempuan merasa perlu tampil layak di mata masyarakat. Ini tekanan psikologis yang kerap memicu pinjaman impulsif,” ungkap Mike.

Urgensi Literasi Keuangan yang Tepat Sasaran

Maraknya jeratan pinjol pada perempuan menegaskan perlunya literasi keuangan yang diarahkan secara spesifik. Program edukasi harus dirancang sesuai demografi, lokasi, dan strata sosial penerima.

“Literasi keuangan tidak bisa diberikan secara general. Harus dibuat persona. Siapa yang kita edukasi? Umurnya? Tinggal di mana? Apa latar belakangnya?” kata Mike.

Pemerintah, OJK, dan pelaku jasa keuangan harus bekerja sama dalam mengembangkan modul edukatif yang relevan, termasuk pelatihan berbasis komunitas atau training of trainer.

Peran Perusahaan dan Regulasi yang Pro Perempuan

Tak hanya perempuan yang harus diberi pelatihan, perusahaan pinjol legal juga perlu diwajibkan menjalankan seleksi ketat. Pinjaman hanya boleh diberikan kepada pihak yang memenuhi syarat dan mampu membayar.

“Produk keuangan harus memiliki proses yang benar, seleksi yang ketat. Tidak bisa asal menyodorkan pinjaman hanya karena data lengkap,” jelas Mike.

Sementara untuk pinjol ilegal, peningkatan pengawasan dan tindakan hukum mutlak diperlukan. Karena praktik semacam ini sudah masuk kategori kejahatan ekonomi.

Baca Juga: Kode Redeem FF Baru Aktif Hari Ini, Jumat, 2 Mei 2025 Ada Skin dan Ratusan Diamond

Dukungan DPR dan Rekomendasi Kebijakan

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti urgensi akses keuangan yang ramah perempuan. Ia mendorong regulasi yang menjamin keamanan bagi perempuan, terutama mereka yang menjadi kepala keluarga.

“Negara harus hadir memberikan layanan finansial yang aman dan ramah perempuan. Kita ingin perempuan terus berdaya tanpa dibebani utang yang membelenggu,” ujar Puan.

Ia juga memastikan DPR akan mendorong lahirnya regulasi yang menjamin hak perempuan terhadap akses keuangan yang sehat.

Fenomena jeratan pinjol di kalangan perempuan menuntut perubahan menyeluruh dari edukasi yang terarah, perlindungan hukum, hingga pembenahan sistem pembiayaan.

Perempuan sebagai penggerak ekonomi keluarga membutuhkan akses yang aman, adil, dan transparan. Masyarakat pun perlu diberdayakan, bukan dimanfaatkan.

Tags:
Pinjol OJKPinjol ilegalLiterasi keuanganFemale breadwinnerJeratan pinjolPinjaman online perempuan

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor