POSKOTA.CO.ID - Dunia maya kembali dihebohkan dengan kemunculan seorang remaja perempuan, Aura Cinta, yang lantang menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Dalam sebuah video yang viral di TikTok, Aura Cinta terlihat berdebat dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait dua isu utama: penggusuran bangunan liar di bantaran kali Bekasi dan penghapusan acara wisuda serta perpisahan sekolah.
Video tersebut memancing perdebatan sengit di media sosial, mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan.
Aksi protes yang dilakukan Aura, yang baru saja menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA, menjadi bahan perbincangan nasional dan memperlihatkan bagaimana suara generasi muda mulai mengambil peran dalam diskursus publik.
Baca Juga: Live Streaming Warriors vs Rockets di Game 4 Playoff NBA 2025, Cek Link dan Jadwalnya di Sini
Latar Belakang Aksi Protes
Aura Cinta, dalam aksinya, mempertanyakan kebijakan penghapusan acara wisuda yang selama ini menjadi bagian penting dari pengalaman pendidikan di Indonesia.
Ia menolak anggapan bahwa wisuda hanya membebani masyarakat, khususnya di tingkat pendidikan dasar hingga menengah.
Dalam video yang beredar luas, Aura terlihat cukup emosional saat menyampaikan pandangannya, menegaskan bahwa wisuda adalah momen penghargaan atas perjuangan para siswa dan tidak seharusnya dihapuskan.
Selain itu, Aura juga menyuarakan kritik terhadap kebijakan penggusuran bangunan liar di wilayah bantaran kali Bekasi.
Ia menilai bahwa pemerintah kurang memperhatikan dampak sosial terhadap masyarakat terdampak, yang kebanyakan berasal dari golongan kurang mampu.
Respons Gubernur Jawa Barat
Dalam perdebatan tersebut, Dedi Mulyadi dengan tenang menjawab berbagai tudingan yang dilontarkan oleh Aura. Salah satu pernyataan yang paling menohok datang ketika Dedi mengungkapkan:
Pernyataan ini memicu gelombang reaksi di media sosial, dengan banyak pihak menilai bahwa Dedi Mulyadi hanya ingin mengurangi beban ekonomi masyarakat dengan menghapus wisuda, yang selama ini dinilai memberatkan keuangan orang tua murid.
Reaksi Netizen: Pro dan Kontra
Setelah video tersebut viral, respons netizen pun terbagi. Sebagian besar netizen menilai bahwa Aura Cinta kurang memahami realitas ekonomi yang dihadapi sebagian besar keluarga di Indonesia, terutama terkait biaya penyelenggaraan wisuda.
Beberapa komentar di media sosial bahkan membandingkan Aura Cinta dengan sosok Bu Tarwiyah, yang sebelumnya sempat viral karena orasinya yang mengkritik pemerintah. Meski tidak ada hubungan langsung antara keduanya, netizen mengaitkan semangat kritis Aura dengan aksi Bu Tarwiyah.
Beberapa komentar yang sempat ramai antara lain:
- "Ini bocah blom ngerasain susahnya cari duit," tulis akun @Bang_Azhari.
- "Calon generasi penerus ibu tarwiyah," kata akun @SudiYanto.
- "Kalau udah gede pasti jadi tarwiyah," sindir akun @ashar0207cpr.
Sementara itu, sebagian netizen lainnya mengapresiasi keberanian Aura dalam menyuarakan pendapat, mengingat tidak banyak remaja yang berani berdebat langsung dengan pejabat publik.
Biaya Wisuda: Isu Sosial yang Tak Pernah Usai
Kritik terhadap biaya wisuda bukanlah hal baru di Indonesia. Sejak bertahun-tahun, biaya acara kelulusan yang dianggap membebani orang tua murid dari berbagai jenjang pendidikan telah menjadi perdebatan.
Beberapa sekolah bahkan mematok biaya wisuda yang mencapai jutaan rupiah, mencakup biaya sewa tempat, toga, konsumsi, hingga dokumentasi. Hal ini tentu saja menjadi beban tersendiri bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam konteks ini, kebijakan penghapusan acara wisuda yang digagas oleh Gubernur Dedi Mulyadi sejatinya bertujuan untuk mengurangi beban ekonomi tersebut.
Namun, dari sisi lain, momen wisuda dianggap penting secara emosional bagi siswa dan keluarganya sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan mereka dalam menempuh pendidikan.
Baca Juga: Cara Blokir Iklan yang Mengganggu di Google Chrome Hp Android
Generasi Muda dan Hak Bersuara
Aksi Aura Cinta juga membuka diskusi yang lebih luas tentang pentingnya ruang bagi generasi muda untuk menyampaikan pendapat. Dalam era digital saat ini, suara anak muda semakin kuat, terutama melalui platform media sosial.
Kritik yang disuarakan, meskipun terkadang dianggap naif atau kurang memahami realitas ekonomi, merupakan bagian dari proses pembelajaran demokrasi. Memberikan ruang bagi aspirasi semacam ini justru menjadi penting untuk membangun budaya diskusi yang sehat dan kritis di tengah masyarakat.
Namun, di sisi lain, penting pula untuk membekali generasi muda dengan pemahaman yang komprehensif mengenai realitas sosial dan ekonomi agar aspirasi mereka lebih berlandaskan pada fakta dan kebutuhan bersama.
Kasus Aura Cinta dan Dedi Mulyadi mengajarkan kita tentang kompleksitas kebijakan publik, persepsi masyarakat, dan dinamika generasi muda.
Ada perbedaan cara pandang antara idealisme remaja yang menginginkan perayaan atas pencapaian mereka dengan realitas beratnya beban ekonomi yang ditanggung banyak keluarga.
Sebagai masyarakat, kita perlu mendorong terbentuknya ruang diskusi yang lebih terbuka, bijaksana, dan saling menghormati antara pemerintah dan rakyat, terutama melibatkan suara-suara dari kalangan muda yang akan menjadi pemimpin masa depan bangsa.
Kasus ini menjadi cermin bahwa perubahan sosial tidak hanya datang dari atas, tetapi juga dari keberanian anak-anak muda yang berani bersuara, meskipun kadang perlu diarahkan dan dibimbing agar suara mereka berdampak secara positif dan produktif bagi seluruh masyarakat.