DEPOK, POSKOTA.CO.ID - Sumino terlihat gelisah saat membahas rencana pemeriksaan kandungan istrinya. Warga Kampung Panggulan, Pengasinan, Sawangan, Kota Depok, ini tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya.
Ketakutan itu bukanlah tanpa alasan. Baru-baru ini publik dihebohkan oleh kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan terhadap pasiennya.
Peristiwa itu seolah menjadi alarm bagi banyak orang, terutama keluarga yang memiliki anggota perempuan sedang hamil atau rutin memeriksakan kandungan ke dokter.
"Kalau ada kejadian kayak begitu, siapa yang enggak takut? Sekarang kalau istri atau saudara perempuan mau ke dokter kandungan, harus dipastikan dulu siapa dokternya. Jangan sampai salah pilih," ujar Sumino kepada Poskota, Minggu, 20 April 2025.
Baca Juga: 4 Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter selama April 2025, Hak Praktik Bakal Dicabut Seumur Hidup?
Pernyataan Sumino mencerminkan keresahan banyak keluarga saat ini. Kepercayaan terhadap tenaga medis memang semestinya tak diragukan, apalagi seorang dokter.
Namun kasus yang baru-baru ini mencuat, mencoreng kepercayaan itu. Sumino pun kini memilih langkah antisipatif. Dia lebih nyaman jika pemeriksaan kandungan terhadap istrinya dilakukan oleh dokter perempuan.
"Kalau pasiennya perempuan, ya sebisa mungkin cari dokter kandungan perempuan juga. Jadi lebih nyaman, enggak ada rasa waswas," jelasnya.
Sumino tak menampik selama ini banyak pasien perempuan justru memilih dokter laki-laki. Menurut pengalamannya, dokter laki-laki dianggap lebih simpel dalam penanganan dan konsultasi.
"Biasanya kalau periksa ke dokter laki-laki tuh pertanyaannya nggak ribet, lebih sopan juga. Beda sama dokter perempuan yang suka banyak tanya detail banget, kadang bikin risih juga," ucapnya.
Meski begitu, Sumino sadar, pemilihan dokter adalah hak masing-masing pasien. Tapi dalam situasi sekarang, kehati-hatian harus lebih ditingkatkan. Dia juga berharap Kementerian Kesehatan mulai memperketat proses seleksi terhadap calon-calon dokter di masa depan.
"Harusnya pemerintah lebih teliti lagi dalam mencetak dokter. Bukan cuma pintar secara akademis, tapi juga punya kejiwaan yang sehat. Kalau bisa, sebelum praktek, dites dulu kejiwaannya. Jangan sampai orang yang punya potensi menyimpang malah dikasih wewenang jadi dokter," katanya.
Hal senada disampaikan Wia, ibu dua anak yang juga tinggal di kawasan Sawangan. Ia tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya atas tindakan tak senonoh yang dilakukan oknum dokter tersebut.
"Seorang dokter itu kan sudah disumpah untuk menolong orang yang sedang sakit. Tapi ini malah nyakitin pasiennya. Miris banget, apalagi ini spesialis kandungan. Kan pasiennya perempuan semua," kata dia.
Sebagai seorang ibu, Wia merasa situasi ini harus jadi perhatian serius pemerintah. Ia mendesak agar ada evaluasi menyeluruh dalam sistem rekrutmen dan pendidikan dokter.
"Jangan cuma tes ujian dan praktik medis aja. Tapi juga harus ada tes psikologis atau kejiwaan secara rutin. Supaya dokter-dokter yang diluluskan benar-benar siap melayani masyarakat dengan hati nurani," ucapnya.
Dia juga menyarankan agar rumah sakit lebih terbuka dalam sistem pendampingan selama pemeriksaan kandungan, termasuk kehadiran pihak keluarga saat pemeriksaan berlangsung, demi memberikan rasa aman kepada pasien.
"Kalau ada pendamping saat pemeriksaan, pasien juga lebih tenang. Jadi semua pihak merasa aman dan nyaman," tuturnya.
Keresahan Sumino dan Wia menjadi potret nyata kekhawatiran warga terhadap integritas tenaga kesehatan, khususnya dokter kandungan. Mereka tidak menolak kehadiran dokter laki-laki, tetapi menginginkan sistem yang bisa menjamin keselamatan dan kenyamanan pasien selama menjalani pengobatan.