POSKOTA.CO.ID – Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno, menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 26 Februari 2025.
Pemeriksaan tersebut berlangsung hingga sore hari, dengan Japto keluar dari ruang penyidikan sekitar pukul 16.45 WIB.
Saat ditemui awak media usai pemeriksaan, Japto memilih bungkam tidak memberikan banyak komentar terkait keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari.
“Saya hanya memenuhi panggilan sebagai warga negara yang baik. Saya sudah memberikan keterangan dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Semoga itu sudah cukup bagi mereka,” ujar Japto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Rabu, 26 Februari 2025.
Baca Juga: Ada Apa, 11 Mobil yang Disita KPK dari Rumah Ketum PP Japto Belum Diangkut ke Rupbasan?
Namun, ketika ditanya mengenai penyitaan 11 unit mobil miliknya oleh KPK, Japto enggan memberikan tanggapan lebih lanjut. Ia memilih meninggalkan lokasi tanpa menjawab pertanyaan dari para jurnalis.
“Soal itu, silakan tanyakan langsung ke pihak KPK. Itu bukan wewenang saya untuk menjawab,” tambahnya singkat.
Pemeriksaan terhadap Japto ini dilakukan setelah KPK menggeledah kediamannya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Selasa (4/2). Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita 11 unit mobil, uang tunai dalam mata uang rupiah maupun asing, sejumlah dokumen penting, serta beberapa alat elektronik.
Kasus yang Menjerat Rita Widyasari
KPK menetapkan mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari, bersama tim suksesnya, Khairudin, sebagai tersangka dalam tiga kasus korupsi yang mencakup suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Dalam kasus suap, Rita diduga menerima Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun, terkait izin perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
Selain itu, dalam perkara gratifikasi, Rita dan Khairudin diduga menerima dana hingga Rp436 miliar selama masa jabatan Rita sebagai Bupati Kukar pada periode 2010-2015 dan 2016-2021. Keduanya telah divonis bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi ini, dengan Rita dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp600 juta, sementara Khairudin dihukum delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Kasus ini semakin berkembang setelah KPK juga menetapkan mereka sebagai tersangka dalam dugaan TPPU. Mereka diduga menyamarkan aliran dana hasil korupsi dengan membeli berbagai aset atas nama orang lain. Dalam upaya menelusuri aliran dana tersebut, KPK telah menyita berbagai aset mewah yang diduga berasal dari hasil kejahatan korupsi.
Hingga saat ini, KPK masih terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan tindak pidana tersebut.