JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.
Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jakarta Chaidir mengungkapkan, Pergub ini bukan merupakan suatu hal yang baru. Pergub ini justru merinci aturan-aturan dalam pengajuan perkawinan dan perceraian.
"Pergub ini juga memperingatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mematuhi aturan perkawinan dan perceraian. Sehingga, tidak ada lagi ASN yang bercerai tanpa izin atau surat keterangan dari pimpinan, serta tidak ada lagi ASN yang beristri lebih dari satu yang tidak sesuai dengan perundang-undangan," kata Chaidir, di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, dikutip dari laman resmi Pemprov Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025.
Chaidir menyampaikan, karena jumlah ASN di lingkungan Pemprov banyak, maka perlu ada pengaturan yang rigid dan pendelegasian kewenangan dalam penerbitan surat izin/keterangan perkawinan dan perceraian bagi ASN.
Dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS mengatur bahwa PNS yang melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990, dapat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.
Pergub ini mengatur batasan-batasan bagi ASN pria yang akan menikah lagi, serta kondisi apa yang dapat diberikan persetujuan dan kondisi apa yang dilarang. Sehingga, dapat mencegah terjadi nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang.
"Begitu pula dengan perceraian, agar tidak terjadi kerugian keuangan daerah dalam pemberian tunjangan keluarga. Dengan demikian, Pergub ini sebagai peringatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dijatuhi hukuman disiplin berat," ujar Chaidir.
Chaidir menambahkan, Pergub ini juga mengatur mengenai batas waktu pelaporan perkawinan, perceraian, dan beristri lebih dari satu, serta pendelegasian kewenangaan bagi pejabat yang berwenang untuk memberikan/menolak izin/keterangan melakukan perceraian dan beristri lebih dari satu. "Dalam waktu dekat kami akan melakukan sosialisasi tentang pergub ini kepada seluruh jajaran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," kata dia.
Persyaratan perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 lebih rinci dibandingkan PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990.
Dalam PP tersebut, izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan, yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.
Aturan Poligami ASN Provinsi Jakarta
Dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 4 ayat (1), persyaratan untuk izin beristri lebih dari seorang disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
A. Alasan yang mendasari perkawinan:
- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
- Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan;
B. mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;
C. mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;
D. sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;
E. tidak mengganggu tugas kedinasan; dan
F. memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Aturan Perceraian Bagi ASN Provinsi Jakarta
Kemudian, untuk perceraian, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 11, telah tertuang secara rinci alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin bercerai, yaitu:
- A. Salah satu pihak berbuat zina
- B. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan
- C. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya
- D. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung
- E. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau
- F. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
(ril)