POSKOTA.CO.ID - Pengamat transportasi, Darmaningtyas, menilai wacana Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta untuk meniadakan layanan Transjakarta (TJ) Koridor 1 (Blok M-Kota) tidak tepat.
Alasan penghapusan dengan tujuan mengurangi tumpang tindih layanan dianggap tidak memahami karakter pelanggan.
"Kalau memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ tentu tidak akan mengeluarkan pernyataan tersebut," ujar Darmaningtyas, Minggu, 23 Desember 2024.
Karakter Pelanggan Berbeda
Darmaningtyas menjelaskan bahwa pelanggan TJ dan MRT memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari segi sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanan.
Keberadaan MRT dinilai tidak bisa menggantikan layanan TJ meskipun memiliki rute yang sama.
Dari aspek sosial ekonomi, pelanggan MRT umumnya berasal dari kelas menengah atas, terlihat dari penampilan yang lebih rapi, pakaian bermerek, hingga barang bawaan seperti tas branded.
Sebaliknya, pelanggan TJ lebih beragam, sering terlihat membawa tas plastik atau kardus.
“Dari aspek social ekonomi, pelanggan MRT memiliki kelas social ekonomi yang lebih tinggi, terlihat dari penampilan fisiknya yang lebih glowing, jenis pakaiannya yang rata-rata bermerk, farfum yang digunakan, maupun tentengan tasnya. Sangat jarang (boleh dikatakan tidak pernah terlihat sama sekali) pelanggan MRT menenteng tas plastik (tas kresek) atau kardus. Tapi terlalu mudah menemukan pelanggan TJ membawa tentengan tas kresek atau kardus,” ungkapnya.
Dari sisi tarif, MRT menerapkan biaya berdasarkan jarak, seperti rute Lebak Bulus-Bundaran HI yang mencapai Rp14.000.
Sementara itu, tarif TJ hanya Rp3.500, bahkan jika dinaikkan menjadi Rp5.000 pada tahun 2027, tetap jauh lebih murah dibandingkan MRT yang diprediksi bisa mencapai Rp30.000 untuk rute panjang.
"Seandainya pada tahun 2027 nanti tarif TJ naik menjadi Rp 5.000,- akan tetap jauh lebih murah dibandingkan tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Kota yang mungkin bisa mencapai Rp30.000. Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadii," tambah Darmaningtyas.
Fokus ke Pengguna Kendaraan Pribadi
Darmaningtyas mengimbau Dishub DKI untuk lebih fokus pada strategi memindahkan pengguna mobil pribadi ke transportasi umum, khususnya MRT, alih-alih menghapus layanan TJ.
Ia menekankan pentingnya implementasi kebijakan yang telah lama direncanakan, seperti menaikkan tarif parkir di tengah kota, melarang parkir di badan jalan, serta menyesuaikan harga BBM untuk kendaraan pribadi.
"Kalau menghapus layanan Koridor 1 jelas bukan kebijakan yang cerdas, dan bertentangan dengan Pembangunan MRT itu sendiri yang sejak diwacanakan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi, bukan memindahkan pengguna angkutan umum lainnya," tegasnya.
Tanggapan PT Transjakarta
PT Transjakarta mengaku belum berdiskusi dengan Pemprov Jakarta mengenai wacana penghapusan Koridor 1 dan 2.
Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta, Ayu Wardhani, menyatakan bahwa kebijakan pengoperasian transportasi publik sepenuhnya berada di bawah wewenang Pemprov DKI Jakarta.
"Kami tetap mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pelanggan setia Transjakarta," ujar Ayu, Sabtu, 21 Desember 2024.
Ayu juga mengungkapkan bahwa Koridor 1 (Blok M-Kota) melayani 65-70 ribu penumpang per hari, sementara Koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni) melayani 37-41 ribu penumpang per hari.
"Angka itu catatan sepanjang tahun 2024," pungkasnya.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.