“Tak terasa, minggu ini menjadi pekan terakhir kampanye pemilu 2024,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Terus hubungannya dengan kita, apa?,” tanya Yudi.
“Masih ada kesempatan kalau mau ikutan kampanye akbar mendukung calon tertentu karena akhir pekan ini, sudah memasuki waktu tenang,” kata Heri.
“Tidak masanya lagi. Biarlah yang muda – muda yang berlaga,” kata Yudi.
“Kampanye tidak mengenal usia. Dengan ikut kampanye setidaknya bisa menjadi sarana refreshing, melepaskan segala kepenatan, lelah pikiran akibat beratnya beban kebutuhan sehari - hari,” urai Heri.
“Iya juga, kita bisa ikut joged, meneriakkan yel yel. Bukankah banyak penelitian menyebutkan dengan teriak sepuasnya misalnya di pinggir pantai, keruwetan pikiran bisa sirna, stres berkurang,” tambah Yudi.
“Apalagi saat kampanye ketemu cinta lama, semangat terbakar kembali. Gairah hidup bersemi kembali,” kata Heri.
“Loh kok ngelantur kemana-mana. Kembali ke soal kampanye pekan terakhir, apa yang harus kita lakukan?,” tanya Yudi.
“Loh kalau kita – kita ini bukan jurkam, bukan timses, bukan pula kandidat, jadi apa yang harus dilakukan. Kalau harus menilai kandidat mana yang terbaik saat kampanye, kita pun bukan ahlinya,” jelas Heri.
“Yang harus melakukan sesuatu itu, kandidat itu sendiri bersama timsenya di momen terakhir kampanye,” kata mas Bro.
“Setuju Bro. Pekan terakhir menjadi momen bagi kandidat untuk menghapus keraguan publik, menggantinya dengan menguatnya kepercayaan masyarakat bahwa dirinya yang lebih layak dipilih,” ujar Heri.
“Caranya?,” kata Yudi yang dijawab mas Bro, “ Ibaranya banyak jalan menuju Roma, asalkan tidak menghalalkan segala cara, termasuk membeli suara.”
“Kalau ada yang mau menjual gimana,” tanya Yudi lagi yang dijawab mas Bro lagi, “Kalau nggak ada yang membeli, jualan tidak akan laku. Kuncinya ada pada calon pembeli suara,bukan calon penjual.”
“Jadi pekan terakhir kampanye sangat menentukan ya,” ujar Yudi.
“Asal para elite, kandidat mampu menciptakan kebaikan secara nyata, apa adanya, bukan kepalsuan, bukan pula rekayasa pencitraan,” jelas mas Bro.
“Bagaimana mengukurnya?,” kata Heri.
“Rakyat dapat merasakannya, hasilnya akan teruji pada hasil pencoblosan,” jawab mas Bro. (joko lestari).