JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu, Irjen Teddy Minahasa menolak replik atau tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas nota pembelaannya dalam kasus yang menjeratnya. Penolakan itu disampaikan saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Jumat (28/4/2023).
"Saya awali pembacaan duplik ini dengan pernyataan sikap saya atas tuntutan jaksa penuntut umum. Secara umum saya menyatakan menolak dan keberatan atas dakwaan tuntutan serta replik yang disampaikan jaksa penuntut umum," kata Teddy di PN Jakarta Barat.
Jenderal bintang 2 itu menuturkan, keseluruhan alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP, tidak ada satu pun yang mampu membuktikan bahwa dirinya terlibat dalam kasus peredaran narkotika sabu.
"Justru dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum yang sangat rapuh tampaknya berbobot tetapi sesungguhnya isinya kopong," tegas Teddy Minahasa.
Mantan Kapolda Sumatera Barat itu menilai JPU hanya menyandarkan keterangan terdakwa Dody Prawiranegara dan Linda Pudjiastuti. Padahal, kata dia, mereka juga sama-sama berstatus terdakwa dalam kasus ini.
Selain itu, Teddy juga menyinggung masalah alat bukti percakapan handphone yang tidak sah menurut para ahli. "Alat bukti percakapan handphone yang tidak sah menurut ahli digital forensik Polda Metro Jaya Rujit Kuswinoto dan ahli penasihat Hukum Ruby alamsyah," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman mati atau pidana mati dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu. Tidak ada hal-hal meringankan terdakwa.
Hal itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023). "Hal-hal yang neringkankan tidak ada," kata Jaksa Penuntut Umum.
Jaksa menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan tuntutan terdakwa. Pertama, terdakwa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu. Kedua, terdakwa merupakan anggota polri yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika, namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya.
Ketiga, perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada institusi polri yang anggotanya kurang lebih 400.000 personel. Keempat, perbuatan terdakwa telah merusak nama baik Institusi Polri.
Kelima, terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Keenam, terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
"Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah menghianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika, delapann terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika," papar Jaksa.
Diketahui, Irjen Teddy Minahasa didakwa dengan Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebagai informasi, kasus ini bermula pada saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu hasil pengungkapan Polres Bukittinggi. Namun Irjen Teddy Minahasa, yang pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan AKBP Dody yang saat itu menjabat Kapolres Bukittingg untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. (Pandi)