JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD kembali menggemparkan publik.
Pasalnya, ia mengatakan ada Kerajaan Ferdy Sambo di dalam institusi Polri.
Menurutnya, kerajaan Ferdy Sambo menyerupai Sub-Mabes dan sangat berkuasa di institusi Polri.
“Yang jelas ada hambatan hambatan di dalam secara struktural ya karena ini tidak bisa dipungkiri, ini ada kelompok Sambo sendiri nih yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya, seperti Sub-Mabes yang berkuasa," ujar Mahfud MD dalam YouTube Akbar Faizal, dikutip Kamis (18/8/2022).
Mahfud juga menyebut, hal itu sangat berperan saat dugaan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) masuk dalam tahap penyelidikan, sehingga banyak sekali hambatan.
Sehingga saat kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) diselidiki jadi banyak halangan.
“Dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya, kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu, yang sekarang udah ditahan,” jelas Mahfud.
Memahami adanya hal tersebut, ia mengaku telah menyampaikan kepada Kapolri untuk segera menyelesaikan persoalan ini.
“Ya, Saya sudah sampaikan ke Polri dan apa Ini harus selesaikan,” ujar Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud MD juga menyebut adanya tiga klaster di sekitar sang jenderal bintang dua tersebut.
“Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung, nah ini yang kena tadi pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan, dan ikut memberi pengamanan di situ,” ucap Mahfud MD.
Lalu klaster kedua adalah, klaster obstruction of Justice.
Pihak-pihak dalam klaster ini tidak ikut dalam eksekusi tewasnya Brigadir J.
“Bagian obstruction of Justice ini membuang barang ini, membuat rilis palsu dan macam-macam, ini tidak ikut melakukan,” ujar Mahfud MD.
"Nah menurut saya kelompok 1 dan 2 ini tidak bisa kalau tidak dipidana ya, kalau yang ini tadi karena melakukan dan merencanakan, obstruction of Justice yang menghalang-halangi penyidikan itu, memberi keterangan palsu, membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian obstruction of Justice," tambahnya.
Terakhir klaster ketiga, adalah orang yang hanya ikut-ikutan.
“Kasihan ini, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan, padahal laporannya ndak bener, prosedur jalan, diperintahkan ke sana jalan, suruh buat ini ngetik, ngetik,” jelas Mahfud.
"Saya berpikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama yang kecil-kecil ini, yang hanya ngetik hanya mengantarkan surat, menjelaskan bahwa Bapak tidak ada, memang nggak ada yang begitu, ndak usah hukuman pidana cukup disiplin," pungkasnya.(*)