"Kami ingin Ranil pulang," kata Malik Perera, seorang pengemudi becak berusia 29 tahun yang ambil bagian dalam protes parlemen, sebelumnya pada Kamis.
"Mereka telah menjual negara, kami ingin orang baik mengambil alih, sampai saat itu kami tidak akan berhenti."
Protes terhadap krisis ekonomi telah membara selama berbulan-bulan dan memuncak akhir pekan lalu ketika ratusan ribu orang mengambil alih gedung-gedung pemerintah di Kolombo, menyalahkan keluarga Rajapaksa dan sekutunya atas inflasi yang tak terkendali, kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok, dan korupsi.
Di dalam kediaman presiden pada Kamis pagi, warga Sri Lanka biasa berkeliaran di aula, menikmati koleksi seni yang luas, mobil mewah, dan kolam renang.
"Pertarungan belum berakhir," kata Terance Rodrigo, seorang mahasiswa berusia 26 tahun yang mengatakan bahwa dia telah berada di dalam kompleks sejak diambil alih oleh pengunjuk rasa pada hari Sabtu.
"Kita harus membuat masyarakat lebih baik dari ini. Pemerintah tidak menyelesaikan masalah rakyat."
Penyelenggara protes menyerahkan kembali kediaman presiden dan perdana menteri kepada pemerintah pada Kamis malam.
"Dengan presiden di luar negeri, menahan tempat-tempat yang direbut tidak lagi memiliki nilai simbolis," kata Chameera Dedduwage, salah satu penyelenggara, kepada Reuters.
Penyelenggara lain, Kalum Amaratunga, mengatakan tindakan keras akan segera dilakukan setelah Wickremesinghe mencap beberapa pengunjuk rasa "fasis" dalam pidato malam sebelumnya. (*/win)