JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ihwal kasus tewasnya seorang anggota TNI yang diduga menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok orang di sekitaran Waduk Pluit, Jakarta Utara pada Minggu (16/1/2022) sekitar pukul 03.00 WIB dini hari tadi menjadi perhatian banyak pihak, salah satunya ialah Ahcmad Hisyam seorang Kriminolog.
Menurut kriminolo UI ini, ihwal tewasnya anggota TNI berinisial SD (22) yang diduga dikeroyok sekelompok orang yang secara brutal berani melakukan tindakan kriminal tersebut, kemungkinan besar dipengaruhi oleh banyak faktor seperti dendam akibat pernah terlibat perseteruan sebelumnya, dalam pengaruh minuman atau obat-obatan terlarang, ataupun faktor ekonomi.
Namun,Krimininolog UI ini menatakan, untuk kemunkinan faktor ekonomi idak ada.
"Dalam kasus ini, menurut saya untuk faktor ekonomi sepertinya tidak ada. Kasus ini karena belum jelas keterangan dari Polisi, saya rasa penyebabnya cenderung lebih mengarah dari faktor pengaruh minuman keras atau obat-obatan terlarang," kata Hisyam kepada PosKota.co.id saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (16/1/2022).
Ujar dia, orang yang dalam pengaruh minuman keras cenderung tidak mampu untuk mengendalikan diri dan emosinya, sehingga ia mampu untuk berbuat nekat tanpa berpikir dampak dari tindakannya tersebut.
"Orang yang dalam pengaruh minuman keras atau obat-obatan terlarang itu kan tidak mampu berpikir jernih. Naluri keberaninnya menjadi lebih tinggi akibat pengaruh zat-zat berbahaya yang dikonsumsinya. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka yang dalam pengaruh minuman atau obat-obatan sanggup untuk melakukan tindakan sadis terhadap orang lain yang ia anggap membahayakan dirinya, terlepas dari orang itu hanya melintas di depannya atau bagaimana lainnya," papar dia.
"Karena itu tadi, pengaruh dari minuman keras atau obat-obatan sudah membuat dirinya tidak mampu untuk mengendalikan segalanya, apa pun yang ada di hadapannya akan dilibas," imbuhnya.
Lebih lanjut, jelas dia, terkait dengan cenderung abainya masyarakat dalam melakukan penindakan ketika tengah melihat peristiwa di depan umum juga dilatari atas beberapa faktor, misalnya tak ingin menjadi korban salah sasaran.
"Maksudnya, kalau masyarakat itu melihat perkelahian, namun jumlah mereka sedikit dan yang berkelahi tersebut menggunakan senjata tajam. Mereka akan berpikir dahulu, mereka tak ingin jadi korban dari pihak yang berkelahi, apalagi yang berkelahi menggunakan senjata tajam," ungkap dia.
"Atau dengan kata lain, masyarakat akan mengukur kemampuan dirinya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melerai adanya perkelahian," sambung Hisyam.
Dia menambahkan, masyarakat akan berani bertindak apabila jumlahnya di lokasi jauh lebih banyak dari pihak yang terlibat perkelahian.
"Kalau jumlah masyarakat di lokasi jauh lebih banyak sih ada kemungkinan untuk melerai perkelahian meski perkelahiannya menggunakan senjata tajam. Intinya ada proses mengukur kemampuan diri dahulu pada benak masyarakat," tutur dia.
Namun, faktor yang kerap ditemui di lapangan, kata Hisyam, masyarakat lebih memilih untuk tidak terlibat dikotomi pihak yang berkelahi.
"Contohnya, mereka gak mau dijadikan saksi oleh polisi. Mereka gak mau buang waktu mereka, dengan dibawa ke Polsek atau Polres oleh polisi hanya untuk dimintai keterangan, kan itu cukup lama prosesnya," terangnya.
"Mereka akan berpikir, tidak ada untung secara ekonomis menjadi saksi, lebih baik saya bekerja mendapat upah ketimbang menjadi saksi yang bisa saja membuang waktu. Belum lagi, menjadi sasaran target dari pihak yang menjadi tersangka. Karena atas kesaksiannya kan bisa saja dia dicecar oleh pelaku, itu yang mereka takutkan," ucap dia.
"Tetapi, solusinya mungkin kepolisian bisa untuk melakukan upaya baru dalam hal meminta keterangan saksi. Misalnya, saksi tidak harus lagi dibawa ke kantor, tetapi cukup didatangi oleh kepolisian ke kediamannya, dilakukan di rumah kan itu cukup sederhana. Kemudian, jamin juga dengan benar-benar keselamatan saksinya. Meski kita tahu ada LPSK yang melakukan hal itu, tetapi kita kan tidak bisa memprediksi ke depannya saksi itu bakal seperti apa," lanjut Hisyam.
"Terakhir, mungkin sudah saatnya polisi kembali menggelar patroli malam lebih gencar lagi. Jangan hanya ketika ada kejadian, barulah diadakan patroli lagi. Mungkin seperti itu," tukas Kriminolog Universitas Indonesia tersebut.
Untuk diketahui, seorang anggota TNI tewas setelah dianiaya oleh sekelompok orang tidak dikenal di wilayah Pluit, Jakarta Utara pada Ahad (16/1/2022) sekira pukul 03.00 WIB dini hari tadi.
Peristiwa nahas tersebut, terjadi saat seorang anggota TNI bernama SD (22) bersama dua temannya SM (34) dan SFB (22) menuju Waduk Pluit. Kemudian, salah satu teman SD meninggalkannya untuk buang air kecil.
Saat SFB kembali menghampiri SD dan SM, SFB melihat mereka sudah bersimbah darah. Lalu, tidak jauh dari lokasi terlihat para pelaku yang diduga sebanyak enam orang dengan menggunakan motor dan membawa senjata tajam.
"Saat ini dalam proses penyelidikan," kata Kapolsek Penjaringan, AKBP Febri Isman Jaya saat dikonfirmasi, Minggu (16/1/2022).
Febri mengatakan, akibat peristiwa tersebut, SD dan SM langsung dilarikan ke RS Atma Jaya. Namun nahas, SD dinyatakan meninggal dunia karena mendapati luka yang cukup parah. Sementara SM temannya masih dalam kondisi kritis.
"Satu temannya itu warga sipil," pungkas Febri. (CR 10).