"TUMBEN, dari pagi kakek tidak ngopi. Nggak biasanya" tanya sang cucu kepada kakeknya, kemarin sore.
Kakek: Iya kakek lagi nggak ngopi
Cucu: Kenapa?
Kakek: Gas elpiji untuk memasak air habis. Mau beli, stok di toko langganan kosong. Katanya belum ada kiriman dari agen.
Cucu: Pesan ke toko lain kek?
Kakek: Sama saja, kakek sudah keliling, semua toko dan minimarket, stok lagi kosong.
Ada satu toko punya stok tinggal satu. Kata penjual, harga gas elpiji kemasan 12 kg naik sebesar Rp24.000. Harga terbaru sekarang menjadi Rp 170.000 per tabung isi 12 kg.
Cucu: Loh karena harganya naik, kakek ga jadi beli?
Kakek: Bukan begitu
Cucu: Lantas kenapa?
Kakek pun menjelaskan. Selagi kakek mau bayar, datang ibu- ibu minta tolong seharian belum masak karena gas habis. Sudah keluar masuk toko, ga kebagian.
Kakek kasihan juga, maka stok yang tinggal satu, dibeli ibu- ibu tadi. Dia lebih membutuhkan, ketimbang kakek.
Cucu : Wah... kakek baik hati.
Kakek tersenyum sambil merenung mengapa stok elpiji mendadak kosong. Masyarakat lazim menyebut LPG (liquefied petroleum gas) dengan akronim elpiji, sering menyebut juga dengan kata singkat “gas”.
Apakah kosongnya stok karena adanya penyesuaian harga jual atau sebaliknya langkanya stok sebagai satu alasan menaikkan harga.
Kan sering terjadi, akibat stok langka, sementara permintaan meningkat, maka naiklah harga. Ini hukum pasar yang terjadi.
Tetapi untuk LPG Pertamina mestinya tidak demikian. Kenaikan harga ditentukan oleh Pertamina sebagai pemilik produk. Lagi pula telah ditentukan harga eceran tertinggi (HET). Jadi harga bukan ditentukan oleh pasar.
Ada atau tidak ada stok, kalau harga mau naik, tetap saja naik seperti yang terjadi sekarang harga gas elpiji non subsidi, termasuk kemasan yang 12 kg naik antara Rp1.600 hingga Rp2.600 per kg dari harga sebelumnya Rp11.500.
Dengan besaran kenaikan tersebut, maka harga Elpiji 12 kg yang banyak digunakan konsumen rumah tangga, di angka Rp 163 ribu hingga Rp 170 ribu.
Bahwa kemudian terjadi perbedaan harga di masing–masing wilayah lebih dikarenakan jarak tempuh distribusi. Harga memang tiba–tiba bisa melonjak, meski tanpa adanya kenaikan dari produsen,ini disebabkan karena keterlambatan distribusi kepada para agen.
Meski bukan pihak Pertama yang menaikkan, tetapi Pertamina hendaknya ikut bertanggung jawab akibat keterlambatan pasokan.
Seperti yang terjadi sekarang, sudah harga naik, stok kosong. Tak hanya di depo–depo penjualan, juga toko swalayan seperti Indomaret dan Alfamart. Tabung menumpuk, tetapi kosong.
Sementara kita tahu kebutuhan masyarakat sedang meningkat. Ini bersamaan dengan hari libur Natal dan Tahun Baru, di mana banyak anggota keluarga yang tinggal rumah.
Bukankah kita diimbau untuk tetap tinggal di rumah selama liburan panjang Natal dan Tahun Baru, guna mencegah penularan virus corona dan varian barunya.
Dengan banyak anggota keluarga ngumpul di rumah, aktivitas masak memasak pun bertambah, eh mau masak gasnya malah abis... (jokles).