PANDEGLANG, POSKOTA.CO.ID - Sutarman, seorang pria lanjut usia (lansia) berusia 87 tahun terpaksa harus tinggal seorang diri pada sebuah rumah reot yang berada di Talaga Paheut, Desa Parumasan, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Rumahnya hanya berdinding triplek tipis dengan alas berupa anyaman bambu. Itupun kondisinya sudah reot atau lapuk termakan usia.
Rumahnya percis berada di samping TPU Talaga Paheut. Usut punya usut, ia sudah mendiami rumah itu selama belasan tahun. Ia sendiri bekerja sebagai pembersih pada TPU itu.
Kepada wartawan, Sutarman mengaku memiliki 9 orang anak. Namun, dirinya hanya tinggal pada rumah reot itu sendirian dalam kurun waktu 13 tahun kebelakang ini.
Hal itu karena, 8 orang anaknya sudah meninggal dunia. Sementara satu orang lagi sudah meninggal dunia. Bahkan kini, dirinya harus menghidupi 2 orang cucunya.
Aktivitas sehari-harinya sendiri adalah membersihkan kuburan pada TPU itu. Setiap harinya, satu per satu kuburan ia bersihkan dengan kedua tangan yang sudah mulai berkerut dan kering. Dengan penuh harapan, ia pun mulai mengayuh tangan sebelah kanan nya untuk membersihkan makam tersebut.

Sutarman, pria lansia yang tinggal seorang diri di sebuah rumah reot samping pemakaman, di Talaga Paheut, Desa Parumasan, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang, Banten.. (foto: yusuf permana)
Setiap paginya, ia selalu menunggu di rumah reot yang berada persis di samping kuburan. Dirinya, selalu menunggu apakah akan ada orang yang akan dimakamkan lagi.
"Saya kalau pagi-pagi makan bubur, kalau sore nganggur atau tidak makan. Sulit untuk saya mendapatkan makan. Saya pasrah saja sama Tuhan," katanya dengan nada sedikit bergetar di TPU Talaga Paheut, Minggu (29/8/2021).
Namun, walaupun dalam kondisi itu, dirinya mengaku tidak akan pernah putus asa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Karena, selain menghidupi diri sendiri, dirinya juga harus berjuang untuk menghidupi dua orang cucunya yang sudah ditinggalkan meninggal oleh kedua orang tuanya
Satu keyakinan yang selalu dipegang teguh oleh dirinya, bahwa jika sang maha kuasa memberikan rejeki, maka dirinya akan mendapatkan makan.
"Penghasilan saya ini ga ada. Paling setahun sekali itu juga harus menunggu Idul Fitri. Itu juga saya mendapatkan Rp 500.000 per tahun," jelasnya.
Dirinya yang hidup di rumah berukuran 3X4 beralaskan bambu dan triplek tersebut harus bisa terus mengebulkan dapurnya.
Sang cucu yang hidup bersama sang suami hanya sesekali mengunjungi dirinya. Sutarman terpaksa harus bertarung dengan getirnya kehidupan yang saat ini semakin memperparah dirinya.
Bangunan rumahnya pun ternyata bukan miliknya sendiri, melainkan bantuan dari masyarakat sekitar yang diberikan secara sukarela kepada dirinya.
"Ya rumah ini bekas pemberian dari orang juga dibangunnya. Jadi kalau ada yang mau ngasih ya di perbaiki kadang juga, seperti ngasih bambu atau triplek buat diperbaiki," katanya.
Ia pun mengaku, selama ini jarang mendapatkan bantuan dari Pemerintah. Bahkan selama satu tahun Pandemi Covid-19, dirinya selalu menanti adanya bantuan dari pemerintah. Akan tetapi, bantuan tersebut hanya didapatkan sekali saja, dan selanjutnya tak kunjung datang bantuan lainnya.
"Bantuan juga datang sekali abis itu tak kunjung datang lagi. Dan bantuan itu juga udah satu tahun yang lalu," pungkasnya. (kontributor banten/yusuf permana)