BELAKANGAN ini banyak bendera kuning berkibar di hampir setiap gang. Ini bertolak belakang, karena biasanya kalau bulan Haji, yang ada ya janur kuning melengkung, tapi kali ini beda. Janur kuning langka, karena pesta perkawinan memang dilarang selama PPKM darurat.
Nah, apa itu bendera kuning masyarakat luas sudah paham lah bagi warga, dimana wilayah tersebut ada yang sedang berduka cita. Bisa dibayangkan, ketika bendera kuning dipasang terus ada hampir setiap hari, dan warga juga maklum, ini pasti ada yang meninggal karena covid?
Tapi bagaimana ketika tiba-tiba muncul pula bendera warna putih? Dan itu justru berkibar dan terpasang di jalan-jalan menuju wisata, dimana di wilayah itu ada warung, kafe dan hotel?
Kalau mau disimak itu yang namanya bendera putih adalah sebagai lambang kekalahan. Dalam satu peperangan, lawan yang mengibarkan bendera putih berarti menyerah, atau minta gencatan senjata. Istirahat dula sejenak, sambil atur srategi selanjutnya.
Nah, bagaimana artinya bagi para pengusaha? Ya bisa jadi mereka menyerah, nggak mampu lagi meneruskan usahanya. Bagaimana usaha mau jalan, kalau nggak ada tamu atau konsumen yang makan di warung, kafe atau restoran. Dari mana uang untuk menggaji tenaga kerjanya? Jangankan buat bayar gaji, buat makan se sendiri saja bingung.
Ini semua gegara peraturan PPKM darurat yang bikin para pengusaha, dari yang kecil sampai yang besar nggak berkutik. Bisa bayangkan deh, pengusaha yang besar saja pada babak belur, apalagi yang kecil seperti mereka yang biasa menggelar di kaki lima? Yang dapat hasil hari ini buat makan hari ini.
Jadi intinya pada ngos-ngosan lah. Satu-satunya yang bisa diambil adalah mengibarkan bendera putih. Menyerah! Ya, persis lah kayak pertandingan tinju. Nggak bisa melawan lagi.
Saya menyerah, dari pada babak belur, bisa mati. Jadi lebih baik menyerah! Ampuuunn, Pak! (massoes)