JAKARTA - Secara tegas Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini mengungkapkan, pengalamannya dalam melakukan pendampingan korban bencana alam selalu menggunakan tenaga psikologi.
Maka Mensos Risma keberatan jika yang diperbolehkan untuk pendampingan psikologi di wilayah bencana harus lulusan pendidikan minimal Strata 2 (S2) atau master.
"Jadi kalau tadi dibatasi harus S2 pak, berat pak. kalau kejadiannya cukup besar seperti dampaknya di Palu atau apa, kita akan kesulitan mendapatkan (pendampingan) itu," katanya dalam rapat dengan Komisi X di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/03/2021).
Pendampingan dari tenaga psikologi, kata Risma, tak hanya bagi korban bencana alam.
Tapi juga terhadap korban aksi terorisme seperti yang dirinya terapkan di Surabaya pada saat menjadi walikota.
Peran tenaga psikologi dibutuhkan untuk mendampingi anak-anak baik dari korban maupun orang tua pelaku terorisme.
"Di Surabaya, kami membuat layanan 24 jam tenaga psikolog untuk orang tua berkonsultasi karena mereka sampaikan kisahnya anaknya tidak mau belajar, kemudian anaknya suka main gadget, bagaimana menanganinya. setelah itu, setelah menggunakan online, tindaklanjut untuk kopi daratnya," ujarnya.
Jadi, katanya, ia punya layanan 112 seperti 911 tapi kami tambahkan. Di kota-kota besar psikolog sangat penting untuk proses, trutama untuk anak-anak.
Pihaknya, lanjut mantan Walikota Surabaya ini, juga menggunakan tenaga psikologi untuk menghibur dan memulihkan psikologi anak-anak yang terdampak bencana alam.
Karenanya, kemanfaatan praktik psikologi tak perlu dibatasi oleh pendidikan S2. Dia melihat, S1 pun bisa menjalankan perannya sebagai pendamping.
"Ini juga saya gunakan misalnya job-job tertentu, dulu lurah, karena kalau dia tidak mempunyai kekuatan, dia akan takut menjadi lurah saat ada tekanan yang berat. Ini sangat bermanfaat untuk masyarakat menurut saya," tegasnya. (rizal/win)