HIDUP ini memang hitam putih,gelap terang, kaya miskin, bagus jelek, tinggi pendek, baik buruk dan seterusnya. Gembira ria dan sedih merana. Makanya, ada nasihat agama. Ingat susah kalau lagi senang, jangan lupa diri, karena semua orang bakalan menikmati kesedihan. Begitu seterusnya.
Lihat saja, di masyarakat, orang boleh melihat betapa ada orang kaya tajir melintir, kayaknya bahagia banget, ya. Pergi sana sini, keluar negeri lalu pamer deh pada halayak. ’Gue habis ke luar negeri ini.’ Bagi perempuan pamer kalau habis belanja sepatu, tas yang haganya setara mobil. Tapi kesenangan itu hanya sementara, karena dia juga bakalan mendapat kesedihan.
Banyaklah orang nampak bahagia, enak. Satu keluarga, kayaknya nggak ada masalah, tapi tiba-tiba ada masalah, mereka itu ternyata di dalam rumah tangganya super runyam. Nggak samawa. Penuh intrik di antara mereka, suami menyeleweng, si istri pun sama kelakuannya. Tiba-tiba bikin kaget masyarakat. Misalnya pasangan artis yang harmonis, eh nggak tahunya rumah tangganya pada kandas.
Baca juga: Drama Mengharukan Satu Babak
Ada juga yang baik-baik saja, memang harmonis, tapi tiba-tiba takdir harus memisahkan mereka. Sang istri yang kemarin masih kumpul tiba-tiba direnggut oleh Covid-19. Dan sebaliknya, suami tercinta harus meninggalkan keluarga.
Sepanjang corona, memang banyak banget orang kehilangan. Kehlangan orang yang dicinta, kehilangan harta benda, kehilangan pekerjaan, kehilangan usaha, kehilangan jabatan dst.
“Usaha saya sekarang turun sampai tujuh puluh persen,” kata seorang pengusaha konveksi. Biasanya, satu hari bisa meraih untung sekian juta. Tapi, sekarang buat makan sehari-harai saja sulit.
Baca juga: Kepanikan yang Berlebihan Bisa Lemahkan Kewaspadaan
Para pekerja juga begitu. Banyak yang menangis, karena tak mampu menafkahi keluarganya. Banyak pekerja yang dirumahkan. Dan nggak jelas kapan kembali ke kantor yang selama ini dia cintai untuk mencari nafkah.
Bukan itu saja, seorang suami sampai tak mampu bertahan hidup. Karena tak bekerja, istrinya kabur dari rumah. Sang suami syok, dan meninggal.
Tapi masih ada yang mampu tetawa? Boleh saja, tapi jangan tertawa di atas penderitaan orang lain. Mereka korban kemiskinan, karena haknya dirampok para koruptor. (massoes)