Kebu bulle Kyai Slamet. (ist/solopos)

Nusantara

Wah, Malam 1 Suro, Kyai Slamet di Solo Tidak Dikirab

Kamis 20 Agu 2020, 10:00 WIB

SOLO – Malam 1 Suro merupakan saat yang bernuansa mistis bagi masyarakat Jawa, utamanya dikeraton-keraton. Sejatinya, malam itu merupakan pergantian tahun.

Salah satu pertanda mistis di Keraton Surakarta adalah diadakan Kirab Pusaka, termasuk Kyai Slamet, kirab kerbau bule yang dianggap keramat.

Namun, untuk 1 Suro kali ini pihak Keraton Surakarta (Solo) tidak menggelar kirab pusaka karena alas an mengundang kerumunan di masa pandemic Covid-19.

Seperti diberitakan media, Wakil Pangageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, Dani Narsugama Adiningrat mengatakan bahwa Kirab pusaka dan kerbau keturunan Kyai Slamet (Keraton Surakarta, pada malam pergantian tahun baru 1442 H ditiadakan. Sebab, masih dalam kondisi pandemi Covid-19).

Kendati demikian, event tahunan yang selalu menyedot ribuan pengunjung pada malam 1 Muharam itu akan tetap menggelar upacara adat di dalam keraton saja, pada Rabu 19 Agustus 2020 atau bertepatan juga dengan kirab pusaka perayaan pergantian tahun Jawa 1 Suro 1954 Jumakir.

"Dawuh Dalem (perintah Raja) sudah keluar bahwa kirab ditiadakan. Akan tetapi acara-acara adat yang ada di dalam keraton tetap dilakukan. Cuma kirab seperti di Keraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Puro Mangkunegaran tetep ditiadakan," ujar Dani, Selasa 18 Agustus 2020.

Kyai Slamet

 

 


Kyai Slamet meski berupa kerbau merupakan pusaka, makanya disebut Kyai, sebagaimana sebutan untuk pusaka-pusaka lain di Keraton Solo. 

Di Era Sunan Paku Buwono II, saat itu raja sedang mencari tempat untuk dibangun keraton, dan ada rombongan kerbau bule dan menurut anggapan raja, tempat berhentinya kerbau biule itulah tempat yang bagus dan membawa selamat bagi kerajaan bila dibangun Istana kerajaan (kasunanan). 

Setelah itu pula, raja memerintahkan untuk mengirab kerbau bule yang kemudian dikenal sebagai Kuai Slamet. Digelarn ya tiap 1 Suro.

Kyai Slamet meski berupa kerbau merupakan pusaka, makanya disebut Kyai, sebagaimana sebutan untuk pusaka-pusaka lain di Keraton Solo.

Kini, terkait ditiadakannya kirab Kyai Slamet pada malam 1 Suro, budayawan yang juga dalang Ki Jlitheng Suparman mengatakan, hal ditiadakan itu artinya tidak boleh diselenggarakan.

“Kirab Kyai Slamet ditiadakan, bahasa lain dari tidak boleh diselenggarakan. Tapi cafe-karaoke hiburan malam bebas sampai pagi. Kok bisa, ya?” katanya dalan akun Facebook.

Dalang yang pernah diundang Pos Kota ini dengan nada bertanya seakan mengaku heran, kenapa kafe-kafe boleh buka, justru kirab Kyai Slamet ditiadakan.

“Kok bisa? Karena Kirab Kyai Slamet tidak bisa untuk numpang ngumpulin simpatisan dan kader tim sukses Pilkada maupun lobi Pemilu 2024, juga yang pasti tidak bisa ngasih setoran kepada juragan,” ujarnya.

Postingan di Facebook itu mendapat netizen yang mengikuti bahasan itu. Akun Nur Asror memberi tanggapan dalam Bahasa Jawa ngoko sebagai berikut.

“Sing iso sodakoh karo ki Slamet mung wong cilik dadi yo ora oleh ngumpul paling simbah sing dodol panganan makani ki Slamet karo dodolane ngalap bekahe?”  (Yang bisa sodakoh ke Ki Slamet hanya orang kecil, jadi ya tidak boleh ngumpul, paling hanya Simbah yang jualan makanan memberi makan Kyai Slamet dengan jualan sembari ngalap berkah,” ujar akun Nur Asror.

Ki Jlitheng kemudian membalas, meski singkat tapi tajam. “Nasib wong cilik. Sekadar ngalap berkah saja tidak boleh apa lagi ngalap sejahtera..,” tulisnya.

Akun Singgih Brojo Sasmita memberi tanggapan singkat dengan satiris. “wis ben sesuk do ra slamet,” ujarnya. (Artinya, Ya sudah, besuk biar pada nggak selamat,” ujarnya.

Diauti oleh Ki Jlitheng Suparman singkat, dan bernuansa ketus. “Malah kari nylameti...” (Malah tinggal mengadakan selamatan.) (win)
 

Tags:
Kyai Slamet

Reporter

Administrator

Editor