NEKAT betul Juwenda, 37, dari Sukabumi ini. Baru 3 bulan dia menikahi janda Karnisih, 40, sudah berani-beraninya mencabuli anak tirinya yang baru 17 tahun. Untung segera ketahuan, tapi ketika mau ditangkap kabur. Tapi seminggu kemudian Juwenda berhasil ditangkap saat mau kemasi barang-barang miliknya di rumah istri.
Kadang janda menikah lagi hanya mementingkan diri sendiri, bukan untuk anak-anaknya. Tak tahan “kedinginan” terlalu lama, cari calon suami asal-asalan yang penting bisa memberi kehangatan di medan ranjang. Padahal banyak juga yang kemudian malah mengorbankan anak-anaknya, karena si suami malah lebih tertarik pada anak bawaan istri, yang tentu lebih kenceng menggairahkan.
Salah satu janda itu adalah Karnisih. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, dia sungguh kesepian. Kalau soal perut dia tak mengalami masalah, karena punya usaha dagang di pasar. Tapi yang di bawah perut, sudah beberapa tahun nganggur tanpa pasokan. Dia menunggu pacar baru masuk, tapi tak ada yang datang.
Banyak lelaki yang tertarik pada janda, tapi begitu ada anaknya, mundur teratur karena takut jadi tambahan beban ekonomi untuknya. Padahal untuk Karnisih, masalah itu tak perlu dipikirkan benar, karena janda STNK itu punya penghasilan sendiri. Tapi begitulah, Karnisih jadi lama tak begituan karena banyak lelaki takut menikah dengannya.
Kemudian munculah dewa penolong, yakni hadirnya sosok Juwenda, anak muda yang tepatnya perjaka tua, karena usia 37 tahun belum pernah “mbelah duren”. Masalahnya, kemiskinan yang menjadi kendala. Tak ada gadis mau dinikahi olehnya, karena pekerjaan tidak jelas. Dan Juwenda yang begitu sadar akan kekurangannya, tak mau terlalu memaksakan diri cari istri.
Tanpa sengaja Juwenda dipertemukan dengan Karnisih. Dasar sudah jodoh barangkali, janda beranak satu itu merasa cocok dengan si anak muda tanpa masa depan itu. Bagi Karnisih, mencari suami tak perlu tongkrongan, yang penting bagaimana “tangkringan”-nya. Kasarnya, lelaki pengangguran taka apa, yang penting perkasa di ranjang.
Jadilah Juwenda-Karsinih menikah. Malam-malam berikutnya hari begitu indah, ranjang Karnisih kembali menjadi hangat. Pekerjaan Juwenda selanjutnya mengantar ke pasar dan tunggu rumah. Di sinilah pelanggaran nyata RUU Ketahanan Keluarga yang digagas DPR, khususnya dari Fraksi PKS. Untungnya RUU itu ditolak DPR, karena ada pasal yang mewajibjkan: suami cari nafkah dan istri mengurus anak. Bila RUU diterima dan diberlakukan, Juwenda maupun Karnisih bisa masuk penjara.
Tapi baru sebulan jadi suami istri, Juwenda merasa jenuh. Punya istri janda tua tidak mengasyikkan, karena statusnya hanya jadi “generasi penerus”. Ibarat penanganan banjir di Jakarta, Juwenda menginginkan naturalisasi, tapi sudah dinormalisasi dan Juwenda tinggal melanjutkan. Kan nggak seru jadinya.
Maka demi “naturalisasi”, diam-diam Juwenda mengincar anak gadis bawaan istrinya. Siang-siang pas istri tak di rumah, ABG itu pun dicabulinya.
Tapi sial, baru saja mulai pemanasan, eh..mendadak istrinya pulang. Juwenda diteriaki dan warga berusaha menangkapnya, tapi kabur duluan. Dia baru bisa ditangkap semiggu kemudian, saat hendak mengambil pakaian miliknya. Warga segera membekuknya dan sempat menghajarnya pula.
Lelaki cap apa ini, emaknya doyan anaknya juga nggak nolak. (gunarso ts)