BELUM genap berusia 4 bulan, Kabinet Indonesia Maju, sudah diwacanakan ada reshuffle (perombakan). Prediksi akan adanya perombakan kabinet disampaikan Tim 9 Partai Golkar di Jakarta, Jumat ( 14/02/2020).
Dikatakan akan ada delapan menteri yang diganti usai Lebaran. Hal ini mencermati kondisi perekonomian nasional dan situasi sosial politik yang semakin rentan, seperti dikatakan Koordinator Tim 9 Partai Golkar, Cyrillus Kerong.
Memasuki tahun 2020, dinilainya, kondisi kehidupan rakyat makin sulit dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan daya beli masyarakat yang makin merosot dan kondisi ekonomi yang makin sulit.
Mengingat Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, merupakan anggota kabinet yang ditugaskan dan bertanggung jawab di bidang perekonomian, maka Airlangga dituntut untuk lebih gesit dan cekatan mengatasi permasalahan di bidang perekonomian.
Opsi pun disarankan kepada Airlangga, untuk memilih satu dari dua jabatan rangkap. Sebagai Ketua Umum DPP Golkar atau Menko Perekonomian.
Lepas dari opsi tersebut, prediksi akan adanya reshuffle cukup menarik untuk dicermati.
Muncul pertanyaan. Mmasak sih secepat ini? Meski perombakan kabinet sesuatu hal yang lumrah. Bukan hal yang luar biasa dalam sebuah pemerintahan , di negara republik mana pun.
Reshuffle yang merupakan hak prerogatif presiden bisa dilakukan kapan pun sepanjang dibutuhkan untuk kemajuan, keserasian, keselarasan, kelancaran tugas- tugas pemerintahan. Tentu, reshuffle tidak asal, baru dilakukan setelah benar – benar mendesak karena kebutuhan demi kelancaran dan target yang hendak dicapai.
Perombakan kabinet yang tidak diperhitungkan secara cermat dan akurat dan penggantinya tidak lebih baik dari pejabat yang sekarang, dampak yang didapat bukan saja merosotnya kinerja kementerian yang bersangkutan, juga soliditas kabinet itu sendiri.
Patut diingat, Indonesia sebagai negara multipartai membutuhkan dukungan parpol untuk kelancaran tugas pemerintahan, di antaranya mengakomodir kader parpol duduk di kabinet. Itulah sebabnya kabinet koalisi dibutuhkan agar terdapat dukungan konkret dari parpol di DPR ketika mengambil keputusan.
Kalau terdapat perombakan kabinet karena kebutuhan yang sangat mendesak, lazimnya yang diganti akan digantikan oleh kader parpol yang bersangkutan, jika menteri yang dicopot merupakan kader parpol.
Jika masih perlu penguat lagi dari parpol, dapat diduga menteri kalangan profesional yang akan dicopot, kemudian posisinya digantikan menteri yang diambil dari kader parpol atau ditunjuk oleh parpol.
Ini masih teka- teki, kebenaran prediksi adanya reshuffle, kita tunggu usai Lebaran. (*).