DARI awal Titin, 44, memang tak sreg jadi suami Syarif, 36. Maka ditinggal kerja di Kaltim oleh suami berbulan-bulan tanpa kabar, tenang saja dia. Ketika Syarif pulang ke Surabaya untuk minta izin nikah resmi, langsung saja setuju. Habis itu Titin tebar pesona, dan dapat 5 lelaki dan tinggal diseleksi.
Jika menikah sekedar demi kepatutan dan menghindari fitnah, tentulah rumahtangga itu menjadi hambar. Suami istri itu bisa jalan sendiri-sendiri, tanpa merasa ada ketergantungan. Rumahtangga model begini dijamin tidak awet, karena sekedar untuk penyaluran syahwat secara halalan tayiban wa asyikan. Dan ketika sama-sama bosen, bercerai bukan hal yang susah.
Titin warga kampung Gak Eruh Kecamatan Ngapunten, Surabaya, juga seperti itu. Dia menikah dengan Syarif sekedar untuk menghindari gosip, menjanda terlalu lama bakal ngentekna klasa (habiskan tikar). Maka meski Syarif ini pekerjaannya tak jelas, diterima saja. Yang penting malam tak kedinginan lagi, ada “obat anget” yang khasiatnya mengungguli beras kencur dan koyok.
Karena di Surabaya pekerjaan Syarif hanya petentang-petenteng seperti wayang mau diadu, maka ketika ada teman ngajak kerja ke Kaltim, langsung saja setuju. Pergilah dia sendirian tanpa mengajak istri. Dan sejak pergi Syarif tak pernah kontak-kontakan, emil-emilan apa WA-WA-an. Lama-lama Syarif jadi seperti Bang Toyib.
Tahu-tahu sudah setahun Syarif tak berkabar pada istrinya di Surabaya. Ketika balik lagi malah bawa perempuan muda satu, ternyata istri sirinya, dan suam istri yang merupakan mertuanya. Tujuannya adalah, untuk mohon izin menikah resmi sekaligus menceraikan Titin.
Perempuan lain biasanya akan ngomel-ngomel dan memaki-maki istri siri suaminya. Tapi Titin tidak demikian, dia biasa saja dan langsung menyetujui. Sepeninggal Syarif kembali ke Kaltim dan status Titin sudah jadi janda lagi, langsung dia tebar pesona untuk menggaet lelaki lain. “Sudah menjadi manusia bebas ini,” begitu dalihnya.
Titin memang janda STNK, maka masih banyak yang menaksirnya. Tak sampai sebulan sudah ada 5 peminat. Maka Titin pun membentuk Pansel, untuk menyeleksinya. Dia tak butuh lelaki ganteng, tapi duitnya sudah. Tongkrongan nomer tiga, yang penting “tangkringan”-nya, dan yang utama, punya usaha yang mapan.
Kalau usaha mendekati secara serius, bagaimana? (gunarso ts)