RATUSAN demonstrans memenuhi pelataran gedung Balaikota Pemprov DKI Jakarta, Selasa (14/1/2020). Mereka dua kubu. Satu kubu sebagai massa yang pro Gubernur Anies Baswedan, sedangkan kelompok lainnya kontra.
Lazimnya massa pro dan kontra, tuntutannya pun berbeda. Kubu pertama mendesak agar Anies mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta karena tidak cakap menangani banjir. Sedangkan kelompok kedua menilai bencana banjir di Jakarta telah terjadi sejak dahulu.
‘Kado’ banjir pada awal tahun 2020, 1 Januari lalu memang dahsyat. Curah hujan yang mengguguyur Jakarta, Jawa Barat, dan Banten tergolong sangat tinggi dan ekstrem.
Hujan yang ekstrem ini mengakibatkan permukiman warga di wilayah itu terendam banjir bandang. Bahkan, di Bogor tanah pada longsor dan di Lebak beberpa jembatan ambrol.
Hujan besar dan banjir bandang mengakibatkan 67 orang tewas. Puluhan ribu warga juga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman lantaran rumahnya kelelep.
Selain itu, kedatangan ‘tamu’ yang tak diundang yakni banjir menimbulkan kerugian materi mencapai Rp10 triliun. Kalkulasi kerugian dihitung dari kerusakan rumah, mobil maupun kehilangan barang berharga.
Kerugian tersebut masih ditambah dengan aktivitas ekonomi yang lumpuh. Khusus di Jakarta, kerugian peritel kabarnya ditaksir Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencapai Rp960 miliar.
Melandanya banjir bandang yang merendam sederet lokasi di Jakarta mengundang reaksi sebagian publik. Bahkan banyak warga korban banjir menggugat Gubernur Anies ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Persoalan banjir, DPRD DKI Jakarta juga tidak tinggal diam. Mereka bergerak ke lokasi-lokasi yang terendam air bah. Bukan itu, Dewan mengecek semua peralatan antisipasi banjir seperti pompa dan lainnya.
Reaksi wakil rakyat ini tentu untuk mencari tahu apa gerangan yang menyebabkan air bah menerjang. Dan DPRD segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Banjir.
Bila gugatan korban banjir sudah dilayangkan ke pengadilan dan DPRD telah membentuk Pansus Banjir, tidak ada salahnya semua pihak menunggu keputusannya.
Terendam banjir memang menyebalkan. Karena itu, baik pemerintah pusat maupun Pemprov DKI Jakarta berkewajiban mengatasi. Bukan berdalih-dalih. Jangan pula cuaca ekstrem dijadikan kambing hitam, sehingga warga tidak terbelah. @*